REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Seiring dengan gencarnya transformasi Kalimantan Timur menuju era baru sebagai pusat pemerintahan Indonesia dengan adanya Ibu Kota Nusantara (IKN), kota Samarinda kini menghadapi tantangan klasik yang hingga kini belum sepenuhnya terselesaikan, masalah juru parkir liar (jukir liar).

Di tengah berbagai upaya untuk memperbaiki infrastruktur dan memperkenalkan sistem parkir nontunai, keberadaan para jukir liar masih menjadi penghalang dalam mewujudkan keteraturan kota yang bersih dan tertib.

Subandi, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, menjadi salah satu suara lantang yang memperjuangkan penertiban masalah ini.
Ia melihat bahwa keberadaan jukir liar di kota Samarinda bukan hanya menciptakan ketidaknyamanan bagi masyarakat, tetapi juga berisiko merusak integritas kota, yang kini tengah bertransformasi menjadi salah satu wilayah yang semakin diperhatikan oleh masyarakat luas.
“Masalah ini adalah pekerjaan rumah (PR) kita bersama. Kita memiliki komitmen untuk menindak tegas jukir-jukir liar. Meskipun beberapa tempat telah beralih ke sistem parkir nontunai, kenyataannya di lapangan masih banyak jukir liar yang beroperasi,” kata Subandi dengan nada tegas, menyoroti masalah yang terus membayangi keberhasilan sistem parkir yang lebih modern di kota ini.
Fenomena jukir liar di Samarinda memang tidak sulit ditemukan. Para jukir tak resmi ini sering kali bisa ditemukan di sudut-sudut jalan kota, mulai dari pasar-pasar tradisional, pusat perbelanjaan, hingga kawasan sekitar perkantoran.
Mereka mengenakan rompi lusuh, membawa peluit, dan dengan sigap meminta uang parkir dari pengendara kendaraan bermotor.
Namun yang sering menjadi masalah adalah kenyataan bahwa mereka tidak memberikan karcis resmi, atau bahkan tidak memberikan kejelasan mengenai retribusi parkir yang mereka terima.
Subandi menilai bahwa keberadaan jukir liar ini mencerminkan lemahnya pengawasan serta kurangnya konsistensi dari Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda dalam menjalankan tugasnya.
Ia pun menegaskan pentingnya tindakan nyata di lapangan, bukan hanya sekadar wacana yang terdengar di ruang rapat semata. “Masih banyak jukir liar karena kurangnya peran aktif dari Dishub Samarinda.
“Beberapa titik di kota ini harus benar-benar dijaga, dan pengawasan harus lebih intensif,” jelas Subandi.
Ia mengingatkan, ketidaktertiban yang kecil pun bisa berimbas besar pada citra Samarinda, terlebih dengan status kota ini yang semakin menjadi pusat perhatian, terutama menjelang kedatangan Ibu Kota Nusantara.
Kekhawatiran Subandi terkait masalah ini bukanlah tanpa alasan.
Samarinda, sebagai kota terbesar di Kalimantan Timur, akan menjadi salah satu pusat aktivitas ekonomi dan sosial yang semakin diperhatikan dengan dekat, apalagi dengan keberadaan IKN yang semakin nyata.
Menurut Subandi, ketidaktertiban dalam hal sekecil apapun bisa berdampak besar pada citra kota yang ingin menunjukkan wajahnya sebagai kota modern yang siap menyambut perkembangan dan kemajuan.
“Jika ada masyarakat luar Samarinda yang datang ke sini dan melihat keadaan seperti ini, tentu saja kita akan merasa malu. Saya berharap Dishub Samarinda lebih tegas dalam menggunakan kewenangannya untuk mengatur dan menindak jukir liar tersebut,” ujar Subandi dengan penuh harapan agar penertiban segera dilakukan.
Namun, masalah ini tidak hanya berimbas pada citra kota semata. Subandi juga menggarisbawahi bahwa adanya jukir liar berpotensi besar mengakibatkan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor parkir
Uang yang seharusnya masuk ke kas daerah justru mengalir ke kantong pribadi, tanpa memberikan kontribusi untuk pembangunan kota.
“Masalah ini bukan hanya soal ketertiban, tetapi juga soal PAD,” terangnya.
Jika pengelolaan parkir dilakukan dengan baik dan benar, sektor ini bisa menjadi sumber pendapatan yang sangat besar bagi daerah,” tambah Subandi.
Untuk itu, ke depannya Subandi mendorong adanya kolaborasi lintas sektor yang melibatkan aparat penegak hukum guna memastikan bahwa pengelolaan parkir di Samarinda berjalan dengan transparan dan profesional.
Ia berharap dengan adanya komitmen yang kuat dari berbagai pihak, Samarinda dapat terus berkembang menjadi kota yang tertib, bersih, dan siap menyambut masa depan sebagai mitra utama Ibu Kota Nusantara.
“Keberhasilan pembangunan bukan hanya terletak pada infrastruktur yang megah, tetapi juga pada terciptanya suasana yang tertib dan nyaman bagi masyarakat. Ini adalah langkah awal menuju Samarinda yang lebih tertib, lebih modern, dan siap menghadapi masa depan,” tutup Subandi, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga kota ini agar menjadi tempat yang lebih baik dan lebih maju.