REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kalimantan Timur (Kaltim) mengupayakan strategi untuk mengoptimalkan hasil riset dalam mendukung pembangunan di Benua Etam.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BRIDA Kaltim, Fitriansyah, saat Jumpa Pers di ruang Wiek Diskominfo Kaltim pada Jumat, (20/12/2024).
Ia mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan kualitas riset. Salah satu langkah strategisnya yaitu bekerja sama dengan periset dari luar negeri. “Kami ingin memastikan hasil riset di Kaltim bisa bersaing dan benar-benar bermanfaat,” katanya.
Menurut Fitriansyah, tantangan terbesar adalah banyaknya hasil riset yang hanya menjadi laporan. “Seringkali riset itu berhenti di meja kerja, tidak diterapkan. Ini yang kami coba ubah ke depannya,” tambahnya.
Ia juga sampaikan bahwa BRIDA Kaltim berkomitmen menjadikan riset sebagai acuan ilmiah dalam pengambilan kebijakan, baik oleh eksekutif maupun legislatif.
Untuk itu menurutnya, BRIDA Kaltim mulai mengubah format laporan riset yang tebal menjadi dokumen kebijakan yang lebih ringkas. “Kami buat policy brief atau policy paper agar lebih mudah dipahami pengambil keputusan,” jelas Fitriansyah.
Kemudian, dokumen itu nantinya akan menjadi rujukan untuk perencanaan pembangunan hingga penyusunan regulasi daerah.
Lebih lanjut, BRIDA juga aktif mendampingi Biro Hukum dalam menyusun rancangan peraturan daerah (Perda). “Kami ingin memastikan semua kebijakan berbasis bukti yang kuat,” ujarnya.
Fitriansyah menilai, pendekatan ini menjadi salah satu upaya agar riset tidak hanya berhenti di atas kertas.
Ia menambahkan bahwa BRIDA memiliki tiga bidang utama riset, ekonomi pembangunan, sosial pemerintahan, dan inovasi teknologi. Fitriansyah juga menjelaksan bahwa dalam dua tahun terakhir, BRIDA juga menonjol di bidang inovasi teknologi.
“Alhamdulillah, tahun ini kami mendapat penghargaan IGA Award dari Kemendagri. Ini hasil kerja sama dengan perangkat daerah dan perguruan tinggi,” katanya.
Namun, BRIDA menghadapi kendala keterbatasan jumlah peneliti, dari total 290 peneliti yang tercatat, hanya 60 yang terverifikasi aktif di Perhimpunan Periset Indonesia (PPI).
“Sebagian sudah pensiun atau pindah. Kami masih butuh banyak tenaga ahli,” ungkap Fitriansyah.
Untuk mengatasi kekurangan ini, BRIDA menjalin kolaborasi dengan perguruan tinggi lokal dan lembaga nasional seperti BRIN. “Kalau di Kaltim tidak ada tenaga ahli, kami minta bantuan dari luar,” katanya.
Salah satu contohnya adalah riset arkeologi yang melibatkan lembaga dari luar daerah.
Fitriansyah berharap ke depan BRIDA bisa terus meningkatkan kapasitas SDM dan memperluas jaringan riset. “Kami ingin semua riset yang kami hasilkan benar-benar berdampak nyata bagi masyarakat,” tutupnya.