Jakarta, REDAKSI8.COM – Menikah merupakan momen yang dinanti oleh mereka yang belum memiliki pasangan. Tidak ingin melewatkan momen istimewa agar tidak terasa biasa bagi pasangan dan bisa dikenang selalu oleh tamu yang diundang. Maka tidak heran jika kebutuhan menuju hari H akan dipersiapkan sedetail mungkin dan dengan perencanaan yang matang.
Senior Manager Business Development Sequis Life, Yan Ardhianto Handoyo mengatakan, mereka yang ingin menikah, utamanya pasangan milenial sebelum masuk pada tahap pernikahan, penting untuk memahami tujuan pernikahan itu sendiri. Lantaran menikah dan membangun rumah tangga akan selalu berkaitan dengan biaya.
Seperti berapa dana yang dibutuhkan, dari mana sumber dananya, siapa yang akan membiayai, dan sejumlah pertanyaan lainnya mengenai biaya dan anggaran.
“Menikah adalah awal membangun rumah tangga, kehidupan pernikahan justru dimulai setelah pesta. Oleh sebab itu, biaya pernikahan sebaiknya tidak dibiayai dari utang, masih banyak tahapan kehidupan yang membutuhkan biaya.” sebut Yan.
Menikah itu lanjutnya, pada dasarnya murah dan bisa menjadi mahal karena milenial semakin peduli dengan pencitraan dan penampilan.
“Milenial biasanya mendambakan pernikahan yang modern dan visual,” cetusnya.
Sebagai contoh katanya, ada beberapa detail yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya di pesta pernikahan era lama, seperti tambahan photobooth dan layar LCD untuk penayangan live pesta pernikahan, yang kini banyak dapat dijumpai pada pesta pernikahan pasangan milenial.
Selain itu lebih jauh, estimasi biaya untuk resepsi pernikahan pun terus meningkat, yakni resepsi pernikahan di hotel bintang lima di kawasan Jakarta di tahun 2020.
“Biayanya bisa mencapai lebih dari Rp500 juta dan nilai ini belum termasuk jasa fotografer, photobooth, undangan, souvenir, hantaran, dan lainnya, “ papar Yan.
Hal lainnya tambah Yan, soal media sosial yang juga sangat lekat dengan kehidupan milenial. Pernikahan yang ditampilkan pada postingan di media sosial juga semakin berkembang sehingga para milenial tidak mau menikah sekadarnya dan dengan cara konservatif.
“Dengan fakta di atas, dapat kita katakan bahwa biaya pernikahan untuk milenial membutuhkan jumlah yang besar. Fenomena ini bisa menimbulkan polemik bagi mereka yang belum siap secara finansial, bahkan sampai menunda pernikahan,” tukasnya.
Kendati demikian, Yan tetap menyarankan agar pernikahan dibiayai dengan anggaran yang dipersiapkan sebelumnya.
“Ada juga yang tetap memilih tetap melangsungkan pernikahan dengan berutang. Padahal jika mau menyesuaikan kemampuan keuangan dan mengerti akan tujuan pernikahan, tidak perlu menunda hanya karena gengsi, pernikahan tetap dapat dilangsungkan dengan cara sederhana. Namun, jika pilihan jatuh pada opsi kedua maka milenial dapat memanfaatkan fasilitas pinjaman tanpa bunga atau dengan bunga yang sangat rendah. Hal ini mengingat rasio total utang konsumtif adalah maksimal 15% dari penghasilan tetap” pungkas Yan.
Bahkan The Lyst dalam Wedding Report 2019 mengatakan, bahwa media sosial memiliki dampak yang semakin penting terhadap tren pernikahan di seluruh dunia. Sehingga demi postingan media sosial yang menarik maka vendor media sosial dimasukan juga dalam bujet pernikahan.
Penulis : Ineke Sinaga