Uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa diduga kuat “digelapkan” oleh Kepala Desa Muara Bolak nonaktif, Saihot Pandiangan, yang kini diwajibkan mengembalikan kerugian desa tersebut.
Temuan ini terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (LHPK) Inspektorat Tapteng Nomor: LHP/24/RIKSUS/2025 tanggal 22 Mei 2025. Audit dilakukan menyusul desakan Forum Komunikasi Warga Muara Bolak (FKW-Muara Bolak) melalui surat nomor 004/SP/FKW/I/2025 tertanggal 12 Februari 2025.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, realisasi sejumlah kegiatan tidak dapat diyakini kebenarannya dengan rincian sebagai berikut:
• 2020: 8 kegiatan, senilai Rp 382.907.500
• 2021: 8 kegiatan, senilai Rp 602.186.000
• 2022: 4 kegiatan, senilai Rp 786.362.500
• 2023: 8 kegiatan, senilai Rp 530.506.914
• 2024: 10 kegiatan, senilai Rp 835.811.000
Total dugaan kerugian keuangan desa mencapai Rp 3,1 miliar lebih, yang harus dikembalikan ke rekening kas Desa Muara Bolak.
Kepala Inspektorat Tapteng, Mulyadi Malau, menegaskan pihaknya telah menyampaikan rekomendasi resmi melalui Surat Penegasan Bupati Tapteng Nomor 700.1.2.1/3213/2025 tanggal 26 Mei 2025.
“Seluruh kerugian sebesar Rp 3,1 miliar harus disetorkan oleh Kades nonaktif Saihot Pandiangan ke rekening kas desa selambat-lambatnya 60 hari kerja sejak surat diterima,” tegas Mulyadi, Selasa (20/8/25).
Ia menekankan, tenggat waktu tersebut adalah 60 hari kerja, bukan 60 hari kalender. “Kami minta masyarakat bersabar. Semua proses kami lakukan sesuai aturan. Tidak ada cawe-cawe, tidak ada intervensi. Kasus ini akan kami tuntaskan sampai selesai,” tambahnya.
Forum Komunikasi Warga Muara Bolak (FKW) menegaskan pihaknya akan terus mengawal kasus ini. Mereka menuntut transparansi penuh dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum agar kasus dugaan korupsi ini tidak berakhir di meja birokrasi.
“Dana desa adalah hak rakyat, bukan bancakan untuk segelintir orang. Kami ingin uang itu kembali agar pembangunan di Muara Bolak bisa berjalan sebagaimana mestinya,” tegas salah satu perwakilan FKW.
Inspektorat Tapteng memastikan akan menyerahkan kasus ini ke aparat penegak hukum jika dalam batas waktu yang ditentukan kerugian desa tidak dikembalikan. Langkah ini sejalan dengan Pasal 27 PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
“Jika tidak ada pengembalian, maka proses hukum akan dijalankan. Ini bukan sekadar administrasi, tetapi sudah menyangkut keuangan negara,” pungkas Mulyadi.