REDAKSI8.COM, MINAHASA UTARA – Suasana di Mapolres Minahasa Utara, Rabu sore (16/04/2025), terasa berbeda. Sekitar 20 wartawan yang tergabung dalam organisasi Pro Jurnalismedia Siber (PJS) dari Sulawesi Utara dan Minahasa Utara datang dengan satu tujuan: mempertanyakan pemanggilan wartawan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik oleh salah satu pimpinan LSM anti-korupsi.
Langkah ini bukan tanpa alasan. PJS menilai pemanggilan tersebut berpotensi menimbulkan preseden buruk terhadap kebebasan pers, apalagi jika karya jurnalistik diposisikan sebagai alat bukti yang bisa menyeret wartawan ke ruang pemeriksaan.
Kehadiran para jurnalis itu disambut langsung oleh Kasat Reskrim Polres Minahasa Utara, Iptu I Kadek Agung Uliana, S.H, M.A.P, yang membuka ruang dialog secara terbuka. “Selamat datang kepada rekan-rekan media, silakan jika ada yang ingin disampaikan,” ujarnya.
Ketua DPD PJS Sulut, Butje Lengkong, didampingi Sekretaris Steven Pande-Iroot, langsung mengungkapkan keresahan para jurnalis. “Kami datang untuk bersilaturahmi, tapi juga menegaskan: karya jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Jika jurnalis dipanggil karena karya mereka, apa bedanya dengan kriminalisasi pers?” tegas Butje.
Diskusi pun menghangat ketika Butje mempertanyakan status hukum wartawan yang dipanggil. Menjawab hal itu, Kasat Reskrim menegaskan bahwa wartawan hanya dimintai keterangan, bukan sebagai saksi atau tersangka.
“Yang dilaporkan itu pihak LSM. Wartawan hanya dimintai keterangan, tidak perlu khawatir, tidak akan ada penetapan tersangka,” jelasnya menenangkan suasana.
Namun keresahan tetap muncul. Sekretaris PJS Sulut, Steven Pande-Iroot, menyoroti risiko ke depan. “Kalau setiap berita yang kita terbitkan bisa membuat wartawan dipanggil, maka akan banyak jurnalis yang dibungkam lewat jalur hukum,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Bendahara DPD PJS Sulut, Wisye Maramis. Ia menekankan bahwa setiap keberatan atas karya jurnalistik seharusnya diselesaikan lewat mekanisme hak jawab, bukan jalur pidana.
Menariknya, KBO Reskrim Polres Minut, Ipda Melky Pontoh, yang telah puluhan tahun berkecimpung di dunia reserse, mengakui bahwa ini kali pertama ada keluhan terhadap pemberitaan media yang memicu langkah penyelidikan.
Meski begitu, pihak kepolisian menegaskan bahwa hingga kini belum ada pemanggilan resmi. Proses penyelidikan masih bersifat pengumpulan data awal.
“Wartawan tidak dipanggil sebagai saksi resmi, hanya dimintai klarifikasi dalam penyelidikan. Itu pun belum dilakukan,” terang Iptu Kadek Uliana di ruang kerjanya.
Terpisah, Ketua DPD PJS Sulut Butje Lengkong menegaskan kembali posisi hukum wartawan. “UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 itu lex specialis. Maka, dalam kasus seperti ini, hukum khusus harus lebih diutamakan dibanding hukum umum,” tulisnya melalui pesan WhatsApp.
PJS juga menegaskan akan terus mengawal kasus ini. “Kami mendukung penuh tugas Polri, namun juga menjaga marwah pers sebagai pilar keempat demokrasi,” pungkas Butje.
