REDAKSI8.COM, KALTIM – Pemerintah daerah di Kalimantan Timur, baik provinsi maupun kabupaten/kota, diminta menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing untuk mendanai biaya sertifikasi insinyur.
Hal ini terutama ditujukan bagi insinyur yang bekerja di Dinas Pekerjaan Umum (PU).
Supaya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam proyek pembangunan gedung dan infrastruktur lainnya merupakan pejabat yang sudah bersertifikat kompeten.
Anggota DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, mengungkapkan pentingnya sertifikasi tersebut.
Mengingat biaya yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan dan ujian kompetensi tidaklah murah.
“Biayanya tidak murah, sebab, perlu lagi mengikuti pendidikan sebelum mengikuti sertifikasi atau uji kompetensi,” ujarnya, Kamis (31/10/2024).
Sapto menekankan, dana untuk sertifikasi insinyur tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi semua perusahaan konstruksi yang beroperasi di daerah.
Sertifikasi itu menurutnya penting untuk memastikan kelengkapan dan kualitas dalam mengerjakan proyek-proyek pemerintah.
“Sertifikasi insinyur itu wajib menurut UU No 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran,” tegasnya.
Sertifikasi insinyur bertujuan untuk menjamin mutu kompetensi dan profesionalitas layanan profesi insinyur.
Dalam Undang-Undang ini, diatur bahwa setiap insinyur yang melakukan praktik keinsinyuran harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan berlaku selama lima tahun, serta harus diregistrasi ulang setelahnya.
Selain itu, UU tersebut juga mengatur bahwa insinyur asing yang ingin berpraktik di Indonesia harus memiliki surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sapto menambahkan, semua sarjana teknik wajib miliki Sertifikasi Insinyur Profesional (SIP). UU No 11 tahun 2014.
“Mewajibkan semua insinyur yang akan bekerja memiliki SIP. Bagi insinyur yang belum tersertifikasi ada denda pidana positif dan ancaman kurungan,” paparnya.
Pemberlakuan wajib sertifikasi insinyur dimulai sejak tahun 2014, yang mengharuskan setiap Sarjana Teknik untuk memiliki Sertifikasi Insinyur Profesional (SIP) sebelum bekerja.
Untuk mendapatkan gelar insinyur, seseorang harus memiliki latar belakang pendidikan sarjana di bidang teknik atau sarjana terapan teknik, diikuti dengan pendidikan profesi selama minimum satu tahun dengan beban 24 SKS.
Setelah memperoleh SIP, insinyur juga diwajibkan memiliki rekam kinerja yang sesuai dengan standar yang berlaku.
Sertifikat insinyur harus diperbarui setiap lima tahun melalui program Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB).
Pada 12 April 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2019 sebagai pelaksanaan dari UU No 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran.
Sapto menjelaskan bahwa setelah mengikuti sertifikasi, terdapat tiga kualifikasi insinyur, yaitu pratama, madya, dan utama.
“Kita sendiri tidak tahu apakah PPK/PPTK yang memegang proyek di Dinas PU, kualifikasi apa. Kalau kebanyakan insinyur pratama, maka perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Proyek besar seharusnya, PPK/PPTK-nya kualifikasi utama,” sarannya.