REDAKSI8.COM, BANJAR – Upaya menekan angka pernikahan usia dini terus menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Banjar. Hal itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepakatan bersama antara Pemkab Banjar, Pengadilan Agama Martapura Kelas IA, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banjar, tentang pelayanan terpadu dan konseling perkawinan usia dini, yang dilaksanakan di Ruang Kerja Bupati Banjar, Senin (27/10/2025) pagi.
Penandatanganan dilakukan oleh Bupati Banjar H. Saidi Mansyur, Ketua Pengadilan Agama Martapura Kelas IA H. Yayan Liyana Mukhlis, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banjar H. Muhammad Rofi’i. Turut hadir mendampingi, Kadis Sosial P3AP2KB dan Plt Kadis Dukcapil Kabupaten Banjar.
Ketua Pengadilan Agama Martapura, H. Yayan Liyana Mukhlis, menjelaskan bahwa nota kesepakatan ini mencakup dua bentuk kerja sama utama.
“Pertama, pelayanan terpadu yang mencakup pelaksanaan isbat nikah dan penerbitan dokumen administrasi kependudukan seperti Kartu Keluarga, KTP, maupun Akta Kelahiran,” ujar Yayan.
“Kedua, penyelenggaraan konseling perkawinan usia dini, yang menjadi salah satu tahapan penting sebelum seseorang mengajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan,” lanjutnya.
Berdasarkan data Pengadilan Agama Martapura, hingga Oktober 2025 tercatat 26 perkara dispensasi kawin yang diajukan masyarakat. Angka ini tergolong relatif rendah dibandingkan daerah lain di Kalimantan Selatan.
“Mungkin ini karena kesadaran masyarakat yang mulai meningkat, juga karena faktor budaya dan kondisi tertentu di lapangan. Namun secara umum, kasusnya tidak terlalu tinggi,” jelas Yayan.
Dari perspektif agama, Islam tidak menetapkan usia pasti untuk menikah, namun menekankan pentingnya kematangan fisik, mental, dan tanggung jawab moral.
Menurut Kepala Kantor Kemenag Banjar H. Muhammad Rofi’i, meski nikah merupakan ibadah, pelaksanaannya harus memperhatikan kemaslahatan.
“Islam tidak melarang pernikahan dini, tapi mengajarkan agar calon suami dan istri sudah siap lahir batin. Karena pernikahan bukan hanya menyatukan dua jiwa, tapi juga tanggung jawab besar terhadap keluarga dan generasi mendatang,” terangnya.
Secara hukum, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang mengubah UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, telah menetapkan batas minimal usia perkawinan adalah 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan.
Namun, dalam kondisi tertentu, orang tua dapat mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan agama bagi calon mempelai di bawah usia tersebut.
“Dalam prosesnya, pengadilan wajib meminta rekomendasi dari Dinas Sosial setelah dilakukan konseling psikologis. Ini untuk memastikan bahwa keputusan menikah tidak karena paksaan atau tekanan lingkungan,” jelas Yayan.
Ia menegaskan, pengadilan tidak serta merta mengabulkan permohonan dispensasi nikah, terutama jika dinilai calon pengantin belum siap secara psikologis maupun sosial.
“Justru kami mendorong agar proses konseling ini menjadi media edukasi bagi keluarga, agar mereka memahami risiko dari perkawinan usia dini,” ujarnya.
Bupati Banjar H. Saidi Mansyur mengapresiasi kerja sama lintas lembaga ini sebagai bentuk kehadiran negara dalam melindungi anak dan remaja dari risiko sosial akibat pernikahan dini.
“Langkah ini bukan untuk menghalangi niat baik masyarakat, tapi memastikan setiap pernikahan berlangsung atas kesiapan yang matang, sehingga dapat membangun keluarga yang berkualitas dan berdaya saing,” ucapnya.
Saidi menambahkan, Pemkab Banjar melalui Dinas Sosial P3AP2KB juga terus menggencarkan edukasi dan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi dan pernikahan sehat di sekolah-sekolah dan desa.
“Dengan sinergi ini, kami berharap angka pernikahan dini semakin berkurang dan generasi muda Banjar tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan siap menghadapi masa depan,” pungkas Bupati.
Penandatanganan dilakukan oleh Bupati Banjar H. Saidi Mansyur, Ketua Pengadilan Agama Martapura Kelas IA H. Yayan Liyana Mukhlis, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banjar H. Muhammad Rofi’i. Turut hadir mendampingi, Kadis Sosial P3AP2KB dan Plt Kadis Dukcapil Kabupaten Banjar.
Ketua Pengadilan Agama Martapura, H. Yayan Liyana Mukhlis, menjelaskan bahwa nota kesepakatan ini mencakup dua bentuk kerja sama utama.
“Pertama, pelayanan terpadu yang mencakup pelaksanaan isbat nikah dan penerbitan dokumen administrasi kependudukan seperti Kartu Keluarga, KTP, maupun Akta Kelahiran,” ujar Yayan.
“Kedua, penyelenggaraan konseling perkawinan usia dini, yang menjadi salah satu tahapan penting sebelum seseorang mengajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan,” lanjutnya.
Berdasarkan data Pengadilan Agama Martapura, hingga Oktober 2025 tercatat 26 perkara dispensasi kawin yang diajukan masyarakat. Angka ini tergolong relatif rendah dibandingkan daerah lain di Kalimantan Selatan.
“Mungkin ini karena kesadaran masyarakat yang mulai meningkat, juga karena faktor budaya dan kondisi tertentu di lapangan. Namun secara umum, kasusnya tidak terlalu tinggi,” jelas Yayan.
Dari perspektif agama, Islam tidak menetapkan usia pasti untuk menikah, namun menekankan pentingnya kematangan fisik, mental, dan tanggung jawab moral.
Menurut Kepala Kantor Kemenag Banjar H. Muhammad Rofi’i, meski nikah merupakan ibadah, pelaksanaannya harus memperhatikan kemaslahatan.
“Islam tidak melarang pernikahan dini, tapi mengajarkan agar calon suami dan istri sudah siap lahir batin. Karena pernikahan bukan hanya menyatukan dua jiwa, tapi juga tanggung jawab besar terhadap keluarga dan generasi mendatang,” terangnya.
Secara hukum, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang mengubah UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, telah menetapkan batas minimal usia perkawinan adalah 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan.
Namun, dalam kondisi tertentu, orang tua dapat mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan agama bagi calon mempelai di bawah usia tersebut.
“Dalam prosesnya, pengadilan wajib meminta rekomendasi dari Dinas Sosial setelah dilakukan konseling psikologis. Ini untuk memastikan bahwa keputusan menikah tidak karena paksaan atau tekanan lingkungan,” jelas Yayan.
Ia menegaskan, pengadilan tidak serta merta mengabulkan permohonan dispensasi nikah, terutama jika dinilai calon pengantin belum siap secara psikologis maupun sosial.
“Justru kami mendorong agar proses konseling ini menjadi media edukasi bagi keluarga, agar mereka memahami risiko dari perkawinan usia dini,” ujarnya.
Bupati Banjar H. Saidi Mansyur mengapresiasi kerja sama lintas lembaga ini sebagai bentuk kehadiran negara dalam melindungi anak dan remaja dari risiko sosial akibat pernikahan dini.
“Langkah ini bukan untuk menghalangi niat baik masyarakat, tapi memastikan setiap pernikahan berlangsung atas kesiapan yang matang, sehingga dapat membangun keluarga yang berkualitas dan berdaya saing,” ucapnya.
Saidi menambahkan, Pemkab Banjar melalui Dinas Sosial P3AP2KB juga terus menggencarkan edukasi dan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi dan pernikahan sehat di sekolah-sekolah dan desa.
“Dengan sinergi ini, kami berharap angka pernikahan dini semakin berkurang dan generasi muda Banjar tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan siap menghadapi masa depan,” pungkas Bupati.




