REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Kondisi ruang belajar yang terbuka ditambah sengketa lahan tak kunjung selesai, membuat Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Landasan Ulin Utara (Laura), Banjarbaru kian terpuruk.

Hal ini tentu menjadi atensi serius bagi Pemerintah Kota (Pemko) Banjarbaru serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banjarbaru untuk mendorong penyekatan ruang dan penyelesaian hukum agar pembelajaran tidak terus dikorbankan.

Anggota Komisi I DPRD Kota Banjarbaru, Muhammad Fauzan Noor meminta penyelesaian segera, baik dari sisi tata ruang maupun status tanah karena mengganggu konsentrasi siswa antar kelas.
“Ini semi permanen, tapi terbuka. Anak-anak di kelas A, B, C, dan D saling terganggu suaranya. Kami dorong agar ada penyekatan. Ini sudah tidak layak,” tegasnya Kamis (31/7/25).
Namun, lebih dari sekadar fisik ruang, akar permasalahan justru ada pada status tanah sekolah yang hingga kini masih belum selesai atau bersengketa.
Fauzan juga mengungkapkan, bahwa sengketa lahan SDN 2 LAURA sudah sampai ke Mahkamah Konstitusi dan telah keluar pemenangnya yaitu Haji Reza, namun belum ada solusi final di lapangan.
“Kami akan temui pemenang sengketa. Apakah bisa dibeli, dihibahkan, atau ada win-win solution. Kalau sudah jadi aset, kita bisa tambah ruang belajar, bahkan bangun kelas bertingkat,” ujarnya.
Sebab katanya status aset itu menjadi syarat utama untuk pembangunan sekolah dalam jangka panjang.
“Mudah-mudahan bisa secepatnya. Saat ini masih kekurangan rombel, karena masyarakat disini kan sudah banyak penduduknya, apalagi sudah banyak perumahan,” jelasnya
Kendati demikian, DPRD Banjarbaru saat ini tengah berkoordinasi antara Pemerintah setempat, Pengawas Pendidikan dan Komite Sekolah untuk mencari jalan keluarnya.
“Tadi kami lagi koordinasi, ada Camat, Kelurahan, maupun Rukun Tetangga (RT), ada juga pengawas, dan komite. Ini nantinya akan kita selesaikan,” katanya.
Senada, Anggota Komisi I DPRD Kota Banjarbaru, Jon Robet juga menilai kondisi ruang belajar di SDN 2 LAURA tidak lagi layak untuk dipertahankan dalam jangka waktu lama.
Menurutnya, proses belajar mengajar di ruang terbuka tanpa sekat sangat mengganggu konsentrasi siswa, apalagi antar kelas saling berdekatan.
“Kalau seperti ini terus ya jelas terganggu. Suara dari satu kelas tembus ke kelas lain. Anak-anak tidak bisa fokus,” tuturnya.
Sebagai solusi sementara, Jon Robet menyarankan agar anak-anak dipindahkan ke SD terdekat yang memiliki ruang kosong.
Namun, jika sekolah terdekat juga sudah penuh, maka Ia menyarankan pembangunan ruang penampungan darurat atau sekat semi permanen.
“Kalau nunggu proses penyelesaian lahan ini, bisa sangat panjang. Ada banyak tahapan yang harus dilalui,” ungkapnya.
“Tapi sambil menunggu, kita bisa lakukan langkah cepat, seperti bangun sekat sementara untuk tiga kelas itu, jadi tidak saling ganggu,” tutupnya.