REDAKSI8.COM, OPINI – Politik harus menarik. Apalagi kalau tujuannya menggalang simpatik anak muda. Tidak ada pilihan, kecuali menjadikannya viral.
Unik, politik kali ini melahirkan satu kata yang sangat popular, yaitu gemoy.
Awalnya tertuju pada satu pasang Capres yang terpaut usia sangat jauh – layaknya kakek dengan cucu. Mungkin agar rentang usia tersebut tidak terpaut jauh, dibuatlah kartun animasi yang menggambarkan keduanya namak menggemaskan.
Belakangan, semua pasangan Capres dibikinkan juga animasi yang sama, dan akhirnya semua nampak gemoy – menggemaskan.
Gemoy, merupakan bahasa gaul, plesetan dari kata gemas. Pengucapannya diikuti dengan nada bicara yang gregetan dan manja.
Dalam KBB, gemas itu kata adjective atau kata keterangan. Memiliki fungsi menerangkan atau menjelaskan suatu kondisi, misalnya saat suka atau cinta bercampur perasaan jengkel.
Umumnya dipakai menggambarkan sesuatu yang lucu atau menggemaskan.
Politik, agar menjadi perhatian, boleh-boleh saja dibuat menggemaskan dan lucu. Tidak selalu tegang atau bahkan menjurus pada perseteruan dan konflik. Karena itu banyak yang memilih politik jalan happy. Dijalani dengan riang gembira dan senang-senang saja.
Bahkan, ada yang memilih berjoget ria, ketimbang berpidato. Ada pula yang menciptakan lagu.
Setiap kampanye pemilu, selalu tercipta banyak lagu? Baik lagu menyangkut pasangan capres, visi dan misi atau terkait koalisi partai pengusung.
Kalau politik dijalani dengan lebih rilek, menggambarkan kedewasaan warganya dalam berpolitik. Tidak perlu saling hujat, saling serang, apalagi sampai memfitnah, menjegal dan saling membusukan.
Serilek, sehappy atau bahkan segemoy apapun politik dijalani, tentu harus tetap fokus pada tujuan. Bahwa Pemilu adalah wahana memilih pemimpin terbaik. Jangan sampai terpesona gemoynya saja, tapi lupa pada kualitas dan komitmennya.
Sebab, gemoy saja tidak akan mampu menjawab tantangan masa depan – harus pula cerdas berkualitas, berintegritas dan berani.
Penulis : Noorhalis Majid