REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Di tengah masifnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang menyita perhatian nasional sebagai proyek strategis jangka panjang, ada satu sektor krusial yang dinilai masih luput dari perhatian serius, yakni sektor pertanian di Kalimantan Timur (Kaltim).

Padahal, sektor ini sangat vital dalam menopang ketahanan pangan daerah, terlebih dengan prediksi meningkatnya kebutuhan konsumsi seiring bertambahnya populasi di sekitar IKN dalam waktu dekat.
Sorotan tajam terhadap kondisi ini datang dari Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sigit Wibowo, yang menyayangkan lambannya transformasi sektor pertanian di provinsi kaya sumber daya alam ini.
Menurutnya, potensi pertanian Kaltim masih jauh dari maksimal, bukan karena keterbatasan lahan, tetapi karena ketidaksiapan tenaga kerja serta pola bertani yang masih tradisional.
“Kita masih sangat bergantung pada pola pertanian konvensional yang mengandalkan tenaga manusia. Tanpa sentuhan teknologi dan inovasi, hasilnya tidak akan maksimal. Ini yang jadi hambatan utama,” ujar Sigit ketika ditemui awak media di Samarinda.
Sigit menyatakan bahwa saat ini Kaltim masih terlalu bergantung pada pasokan pangan dari daerah-daerah lain seperti Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan bahkan Sulawesi.
Hal ini menandakan bahwa produksi pangan lokal belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Kaltim sendiri, apalagi ketika IKN beroperasi secara penuh dan mendatangkan lonjakan permintaan.
“Dengan adanya IKN, kebutuhan bahan pangan akan melonjak tajam. Kalau kita tidak persiapkan dari sekarang, kita akan terus jadi pasar bagi daerah lain. Ini ironis karena kita punya lahan luas, tapi tidak mampu mencukupi kebutuhan sendiri,” jelasnya.
Sebagai solusi jangka pendek, Sigit menyarankan agar Pemprov Kaltim membuka peluang kerja sama dengan Kementerian Transmigrasi untuk mendatangkan tenaga kerja terlatih dari luar daerah, khususnya dari wilayah yang sudah terbiasa dengan praktik pertanian modern.
Ia menyebut ini bisa menjadi langkah transisi sambil menyiapkan sumber daya manusia (SDM) lokal yang kompeten di bidang pertanian.
Di sisi lain, Sigit juga menekankan pentingnya modernisasi dalam cara bercocok tanam. Menurutnya, sudah saatnya petani dan pelaku usaha agribisnis di Kaltim mulai meninggalkan cara bertani tradisional yang minim efisiensi.
Ia mendorong agar penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) mulai diperluas untuk meningkatkan hasil panen sekaligus menarik minat generasi muda agar mau menekuni sektor pertanian.
“Kita butuh pendekatan teknologi dan efisiensi. Kalau petani masih mengandalkan cara lama, mereka akan kalah bersaing. Tetapi kalau sudah mulai pakai mesin dan manajemen modern, hasilnya pasti jauh lebih baik. Kita bisa mandiri pangan,” tambah politisi yang dikenal vokal dalam isu pertanian.
Lebih lanjut, Sigit mengungkapkan bahwa sejumlah provinsi di Indonesia bahkan sudah menunjukkan langkah progresif dalam merespons kehadiran IKN.
Ia mencontohkan Provinsi Sulawesi Selatan yang telah melakukan studi banding ke Kaltim, khusus untuk menyesuaikan tata ruang agar dapat bersinergi dengan kebutuhan pangan ibu kota negara baru tersebut.
“Ini patut jadi alarm bagi kita. Kalau kita lambat, daerah lain akan lebih dulu mengambil peran dalam menyuplai pangan untuk IKN. Padahal kita yang jadi tuan rumah,” katanya.
Sigit menyebut sejumlah komoditas pangan yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Kaltim, di antaranya padi, ubi kayu, dan cokelat. Menurutnya, semua jenis tanaman ini bisa menjadi andalan ekonomi baru jika dikelola secara profesional dan mendapat dukungan infrastruktur serta pasar yang terjamin.
Ia pun mengajak para pelaku usaha dan investor lokal untuk tidak ragu menanamkan modal di sektor pertanian, karena sektor ini akan menjadi kunci dalam menjaga ketahanan pangan sekaligus mendongkrak ekonomi rakyat.
“Kalau pengusaha kita mau fokus dan serius di sektor ini, ditambah dengan dukungan teknologi, saya yakin pertanian Kaltim bisa menjadi lumbung pangan yang sesungguhnya. Kita tidak bisa terus bertahan dengan cara bertani zaman dahulu,” pungkasnya.
Pernyataan Sigit ini menjadi pengingat bahwa pembangunan infrastruktur IKN harus dibarengi dengan pembangunan sektor pendukung, termasuk pertanian.
Tanpa kebijakan yang holistik dan proaktif, Kaltim dikhawatirkan hanya akan menjadi penonton di tengah gegap gempita pembangunan ibu kota negara yang baru.