Tak hanya berorasi lantang, para mahasiswa juga melakukan aksi mandi massal dengan air seadanya di depan kantor PDAM. Aksi ini menjadi simbol satir atas kenyataan pahit: air bersih yang seharusnya mudah diakses justru menjadi barang langka bagi masyarakat Tapteng.
“Kami mandi di sini, bukan karena ingin sensasi, tapi karena air bersih sudah jadi kemewahan di rumah-rumah warga. Sudah satu bulan ini krisis air melanda, dan kami tidak melihat solusi konkret dari PDAM,” teriak Ahmad Asri Hasibuan dalam orasinya.
Air yang mengalir, lanjut Ahmad, kadang hanya setetes dua tetes, bahkan tak jarang keluar lumpur. “Warga terpaksa menampung air hujan, beli air galon untuk mandi. Ini bukan kehidupan yang layak,” tegasnya.
Ironi ini makin terasa ketika orator lain, Hadit Pahmi, menyentil fakta geografis Tapteng. “Tapanuli Tengah ini kaya akan sumber mata air. Tapi rakyatnya justru kehausan. Ini tidak masuk akal dan sangat menyedihkan,” ujarnya.
Tak hanya soal ketersediaan air, mahasiswa juga menyoroti kebijakan tarif yang dianggap tidak masuk akal. “Air tidak lancar, tapi tarif justru naik? Ini bukan pelayanan, ini penindasan,” kecam Ali Amri Lubis.
Sementara itu, mahasiswa bernama Jose Mourinho Pasaribu yang namanya sama dengan pelatih sepakbola ternama menggugah perhatian dengan kalimat tajam, “Jangan sembunyi, Pak Direktur! Hadapi rakyat, jelaskan solusi, bukan diam dalam ruang ber-AC sementara rakyat mengantre air pakai ember!”
Adrian Hasayangan, koordinator aksi, memberi ultimatum keras kepada manajemen PDAM. “Kalau tidak mampu memperbaiki layanan, lebih baik mundur! Jangan tambah derita rakyat dengan alasan-alasan kosong,” katanya tegas.
Aksi GERAM ini berlangsung damai dan menyedot perhatian warga yang juga menjadi korban dari krisis air bersih. Mereka turut memberi dukungan moral dan berharap suara mahasiswa bisa menggugah hati para pengambil kebijakan.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PDAM Mual Nauli.