REDAKSI8.COM, BANJAR, Depht News – Kabupaten Banjar tengah berada dalam sorotan menyusul predikat sebagai daerah dengan angka Anak Tidak Sekolah (ATS) tertinggi di Kalimantan Selatan. Kondisi ini mendorong Pemerintah Kabupaten Banjar untuk mengambil langkah cepat dan strategis, termasuk membentuk sekolah rakyat serta memperluas jangkauan pendidikan nonformal.
Data tersebut terungkap dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten Banjar pada Sabtu (5/7/2025), yang turut dihadiri Bupati Kabupaten Banjar H Saidi Mansyur. Dalam sambutannya, Saidi menegaskan komitmen Pemkab untuk menekan angka ATS yang selama ini didominasi oleh anak-anak dari keluarga kurang mampu, anak yang bekerja, serta mereka yang belajar di lembaga keagamaan namun tidak tercatat secara formal di sistem nasional.
“Kami telah melaksanakan serangkaian diskusi intensif bersama Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan. Salah satu hasilnya adalah rencana pembentukan sekolah rakyat yang ramah bagi anak-anak yang selama ini terpinggirkan dari sistem pendidikan formal,” ujar Saidi usai rapat.
Menurut Saidi, sinergi bersama DPRD sangat penting agar penanganan ATS berjalan menyeluruh dan tepat sasaran. Dukungan legislatif juga dibutuhkan dalam hal alokasi anggaran dan pembentukan regulasi pendukung.
Langkah serius pemerintah tidak hanya bersifat wacana. Pemerintah Kabupaten Banjar melalui Dinas Pendidikan menggelar Rapat Koordinasi (Rakoor) Pembentukan Tim Koordinasi Penanganan ATS di Aula Barakat, Martapura. Rapat ini menjadi tonggak penting dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) yang akan menjadi panduan penanganan ATS jangka panjang.
Sekretaris Daerah Kabupaten Banjar, HM Hilman, menyampaikan bahwa verifikasi dan validasi data telah dilakukan sejak akhir Mei 2025. Hasilnya, angka ATS menurun dari 12.000 menjadi sekitar 10.000 orang. Penurunan ini terjadi setelah ditemukan bahwa sebagian besar anak ternyata mengikuti pendidikan di lembaga keagamaan nonformal yang belum tercatat dalam Dapodik (Data Pokok Pendidikan) maupun EMIS (Education Management Information System).
“Ini bukan soal tidak sekolah, tapi lebih kepada tidak tercatat secara administratif. Karena itu, kita butuh pendekatan kebijakan yang lebih adaptif, tidak hanya mengandalkan jalur formal,” jelas Hilman.
Hilman menambahkan, 90 persen keberhasilan program bergantung pada perencanaan yang tepat. Oleh sebab itu, RAD akan memuat strategi teknis, tahapan aksi, serta peta jalan kolaborasi lintas sektor.
Rakoor yang digelar juga menandai dimulainya kerja bersama antarinstansi. Hadir dalam rapat tersebut Kepala Dinas Pendidikan Banjar Hj Liana Penny, perwakilan SKPD, Forkopimda, kecamatan, Perumda, hingga tokoh pendidikan dan keagamaan. Acara juga diisi paparan dari Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kalimantan Selatan Yuli Haryanto.
Dalam pemaparannya, Liana Penny menekankan pentingnya pembentukan tim koordinasi yang kuat agar program ATS tidak berjalan sendiri-sendiri.
“Selama ini berbagai dinas dan lembaga sebenarnya sudah berkontribusi, tapi belum terkonsolidasi. Dengan adanya tim koordinasi ini, kita bisa satukan langkah, dari bidang pendidikan hingga bantuan sosial,” ujarnya.
Tak hanya pemerintah, peran lembaga keagamaan juga mendapat sorotan. Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Banjar, Ahmad Sarwani, mengungkapkan bahwa banyak lembaga di bawah naungan Ponpes dan FKDT yang sebenarnya sudah aktif mengajar, namun belum terdaftar di sistem nasional.
“Inilah sebabnya kita butuh win-win solution. Lembaga pendidikan nonformal dan pesantren juga bagian dari ekosistem pendidikan yang harus diakui keberadaannya,” terang Sarwani.
Salah satu langkah konkret yang didorong pemerintah adalah menjembatani lembaga nonformal untuk bermitra atau bertransformasi menjadi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Saat ini, Kabupaten Banjar memiliki 28 PKBM aktif yang menyelenggarakan pendidikan kesetaraan setara SD (Paket A), SMP (Paket B), dan SMA (Paket C).
Sarwani menambahkan bahwa inisiatif ini telah mendapat dukungan dari berbagai ormas Islam. Salah satunya, Lembaga Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Banjar yang menyatakan siap membentuk PKBM di bawah naungannya.
“Ini langkah penting. Ketika lembaga keagamaan mau bertransformasi menjadi PKBM, maka akses pendidikan menjadi lebih terbuka bagi anak-anak yang selama ini terpinggirkan,” katanya.
Tak hanya soal data dan lembaga, Bupati Banjar Saidi Mansyur juga menyoroti pentingnya peningkatan infrastruktur pendidikan. Ia menyebut bahwa Pemkab tengah menyusun mitigasi kebutuhan sarana-prasarana pendidikan untuk lima tahun ke depan, yang akan dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah.
Selain itu, Dinas Pendidikan juga menggandeng Baznas untuk mendukung pembiayaan alat tulis, seragam, hingga bantuan personal didik bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.
“Kami tak ingin anak-anak yang ingin kembali sekolah malah terbebani secara ekonomi. Di sinilah kolaborasi lintas sektor menjadi kunci,” pungkas Saidi.
Rakoor tersebut ditutup dengan penandatanganan resmi pembentukan Tim Koordinasi Penanganan ATS oleh Sekda Banjar HM Hilman dan Kepala BPMP Kalsel Yuli Haryanto, disaksikan oleh DPRD Banjar, Kepala Dewan Pendidikan, serta seluruh peserta yang hadir.
Dengan semangat kebersamaan yang terus digaungkan, Kabupaten Banjar berharap dapat memutus rantai ATS dan memastikan bahwa setiap anak usia sekolah memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, di mana pun dan dari latar belakang apa pun mereka berasal.
