REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur (Kaltim) bersama perwakilan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyampaikan temuan-temuan dugaan pelanggaran HAM dan kejahatan informasi dengan wakil Menteri hubungan ekonomi luar negeri Belanda, Michiel Sweers di Balikpapan, Jumat, (26/4/2024).
Dalam rangka kunjungan ke IKN, rombongan pemerintah Belanda ingin mengetahui situasi lapangan sebelum bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Sejumlah LSM yang terlibat dalam pertemuan itu yakni JATAM Kaltim, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Timur (AMAN Kaltim), World Wildlife Fund (WWF), hingga Pokja Pesisir.
Peneliti JATAM Kaltim yang turut hadir Teresia Jari menuturkan, Badan Otorita IKN (OIKN) menggandeng Deltares, perusahaan konsultan dari Belanda dan didukung Asian Development Bank (ADB), sebagai lembaga riset asal Belanda bidang pengelolaan air dan lingkungan untuk membangun kerja sama membangun Kota Spons (Sponge City).
“Mungkin dia perlu punya pertimbangan lain untuk memberikan kebijakan terkait kerja sama pemerintah Belanda-Indonesia,” ucap Theresia Jari.
Kota Spons sendiri telah di klaim oleh Bappenas sebagai konsep untuk mengembalikan siklus alami air, dengan melakukan pemanenan air untuk tambahan ketersediaan air, pengurangan bahaya banjir, serta pelestarian ekologi.
Menurut Tere, pembangunan proyek-proyek air seperti Bendungan, Intake, transmisi pipa sungai hingga proyek penanganan banjir dikemas atas nama proyek Sponge City.
“Bangunan itu masing-masing berada di atas Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Sepaku. Misalnya, Bendungan Sepaku Semoi yang berada di bentang Sungai Mentoyok atau yang sering disebut sungai Tengin dan Intake Sepaku dibangun diatas bentang Sungai Sepaku,” terang Tere.
Dia menyakini, pemanenan air yang akan dilakukan oleh proyek-proyek tersebut tidak lebih dari rekayasa teknik sipil semata.
“Adanya manipulasi pengetahuan untuk merampas, mengusir dan merusak interaksi sosial, ekonomi dan kebudayaan antara sungai dengan masyarakat Suku Balik,” pendapatnya.
Sementara itu, sepanjang riwayat hidup masyarakat yang tinggal di aliran Sungai Sepaku, proyek tersebut diduga telah menimbulkan daya rusak bagi masyarakat Sepaku.
Berdasarkan hasil temuan JATAM Kaltim, ada puluhan keluarga suku Balik kehilangan akses terhadap sungai.
Diantaranya kesulitan mendapatkan air untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, air yang dulu gratis dari sungai kini harus membeli air galon, keluarganya harus menunggu pembagian air dari pihak kontraktor proyek bendungan.
“Ini belum termasuk daya rusak pembangunan bendungan Sepaku-Semoi di Sungai Tengin. Bahkan masyarakat terpaksa memindahkan sekitar 35 makam leluhur Suku Balik yang sudah ada disana sejak 200 tahun lamanya,” jelasnya.
“Perusahaan memperlakukan makam-makam ini seperti barang yang bisa ditawar dan dibeli,” sambungnya
Pemerintah Belanda mengaku, ingin melihat langsung kondisi di wilayah tempat mereka akan berinvestasi. Namun, mereka mempertimbangkan masukan sejumlah lembaga, supaya investasi yang mereka tanam tidak mengorbankan manusia dan lingkungan.
“Seperti hal yang mustahil pembangunan tersebut tidak mengorbankan manusia dan lingkungan,” cetus Tere.
Usai menyampaikan kajian terhadap pemerintah Belanda, sejumlah LSM akan tetap melanjutkan investasi. Dengan catatan, investasi itu tidak merusak lingkungan.
“Saya skeptis dengan pernyataan itu, pembangunan IKN kan pasti akan menggusur warga,” tandasnya.
Sebanyak sembilan orang perwakilan Pemerintah Belanda hadir dalam acara santap malam itu, yakni Deputi Bidang Ekonomi Kerajaan Belanda Natasja van der Geest, Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Michiel Sweers, Kepala Bidang Ekonomi Kerajaan Belanda Adrian Paalm, Wakil Duta Besar, Kepala Bagian Ekonomi, dan Kepala Asia Selatan dan Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri Annemarie van der Heijden. Adapun perwakilan Otorita IKN tak hadir dalam acara itu.