REDAKSI8.COM, KUTAI TIMUR – Sejak 2017 sampai sekarang, permasalahan pembagian lahan perkebunan plasma kelapa sawit terhadap Koperasi Serba Usaha (KSU) Wira Benua dan PT Kutai Mitra Sejahtera (KMS) belum juga selesai.
Ketua umum lembaga FP2K (Forum Pemuda Pemantau Kebijakan) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Asia Muhidin menjelaskan duduk permasalahan itu secara rinci.
PT KMS memiliki izin HGU (Hak Guna Usaha) seluas 846 hektare yang berlokasi di Desa Senyiur. Kemudian, di Desa Kelinjau Ilir mencakup seluas 6.466 hektare. Adapun, total izin HGU seluas 7.321 hektare berada di Muara Ancalong, Kutai Timur (Kutim).
Ia menyebut, kebun inti yang sudah tertanam mencapai 3.831 hektare dan plasma seluas 749 hektare.
“Pada 2017 dua surat keputusan ditetapkan oleh Bupati Kutim. Dimana, cakupan ruang plasma di Desa Kelinjau Ilir seluas 300 hektare, dan di Desa Senyiur seluas 449 hektare,” terangnya.
“Namun, kami merasa dirugikan secara material dan immaterial. Sampai saat ini tidak ada tanggung jawab dari pihak perusahaan,” sambung Asia Muhidin saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Rabu (26/6/2024).
Pada 15 Mei 2023 lanjutnya, pihak PT KMS secara sepihak membatalkan penandatanganan perjanjian kerja sama.
Padahal, ia telah mengantongi Surat Perintah Kerja (SPK) sesuai hasil kesepakatan rapat saat 29 Maret 2023 lalu.
“Jika PT KMS tidak mengindahkan Surat-Surat Pemkab Kutim sebelumnya, maka izin perusahaan terancam di cabut, karena SP III akan turun,” ucap Asia, sapaan akrabnya.
Diketahui, Dinas Perkebunan Kabupaten Kutim telah mengeluarkan Surat Peringatan I pada 26 Januari 2024, dan Surat Peringatan II pada 19 Juni 2024. Sebagai bagian dari peringatan terhadap PT KMS dalam memenuhi kewajibannya.
PT KSU Wira Benua melaporkan permasalahan tersebut ke pengadilan, pada 24 April 2024