Kenaikan harga yang terjadi sejak awal Juli 2025 ini kian terasa berat, terlebih bertepatan dengan tahun ajaran baru, saat pengeluaran rumah tangga meningkat tajam. Dari bahan dapur hingga perlengkapan sekolah, semuanya naik nyaris tanpa ampun.
Lastri (41), pedagang warung makan di area belakang pasar, mengaku kelimpungan menghadapi kondisi ini. “Bawang merah sekarang Rp55 ribu per kilo, padahal sebelumnya Rp30 ribu. Cabai merah tembus Rp110 ribu. Bagaimana saya bisa jual makanan kalau bahan bakunya segini mahal?” keluhnya, Selasa (15/7/2025) sore.
Tak hanya pedagang, pembeli pun ikut merasakan dampaknya. Marno (35), warga yang saban hari berbelanja untuk kebutuhan rumah tangga, mengaku tak punya banyak pilihan. “Kalau bukan karena kebutuhan, saya juga enggan belanja sebanyak ini. Tapi anak-anak sekolah, harus makan, harus beli buku, seragam. Terasa berat sekali bulan-bulan ini,” ujarnya dengan nada pasrah.
Cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah dalam beberapa pekan terakhir disebut-sebut menjadi biang keladi menipisnya pasokan bahan pokok di pasar. Kondisi ini menyebabkan harga naik secara serentak, dari cabai, bawang merah, bawang putih, beras, gula, hingga minyak goreng.
Lesunya aktivitas pasar tak hanya memukul pembeli, tapi juga merontokkan omset para pedagang. Banyak dari mereka harus memilih antara menaikkan harga jual atau menanggung kerugian demi mempertahankan pelanggan.
“Kami butuh solusi dari pemerintah. Kalau terus begini, ekonomi rumah tangga bisa runtuh pelan-pelan,” harap Lastri, yang kini harus menghitung ulang pengeluaran hariannya dengan sangat ketat.
Masyarakat berharap ada langkah konkret dari pihak berwenang, seperti operasi pasar, subsidi, atau kebijakan penstabil harga lainnya. Sebab, jika situasi ini dibiarkan berlarut, Pasar Kemakmuran bisa kehilangan denyutnya, dan rakyat kecil kembali jadi korban paling awal dari krisis harga yang tak kunjung reda.