KFI, yang merupakan bagian dari proyek strategis nasional dalam mendukung hilirisasi sumber daya alam sesuai arahan Presiden RI, mengaku tengah berjuang mempertahankan operasional perusahaan di tengah fluktuasi harga komoditas dunia. Meski mendapat sorotan dari DPRD terkait aspek kesiapan kunjungan dan pelaksanaan CSR, pihak manajemen menyambut baik perhatian legislatif dan menjadikan masukan tersebut sebagai bahan evaluasi konstruktif.
“Kami sangat menghargai kehadiran Komisi IV dan masukan yang disampaikan. Ini menunjukkan adanya perhatian terhadap industri strategis seperti KFI yang telah menyerap ribuan tenaga kerja lokal,” ujar Owner Representatif PT KFI, Ardhi Soemargo.
KFI menegaskan bahwa sejak awal beroperasi, perusahaan telah berkomitmen pada prinsip keberlanjutan, baik dari sisi lingkungan hidup maupun sosial kemasyarakatan.
Hal ini ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap regulasi seperti kepemilikan Surat Keterangan Kelayakan Lingkungan (SKKL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan pelaporan rutin melalui sistem elektronik (SIMPEL) oleh pihak ketiga bersertifikasi.
Di bidang CSR, KFI telah merealisasikan berbagai program nyata seperti dukungan terhadap kegiatan hari besar keagamaan, pembangunan jalan poros dan jalan beton, hingga pembangunan ekowisata di Penajam Paser Utara yang mendukung ekonomi lokal dan pariwisata.
“Kami menyadari CSR harus terus ditingkatkan. Tapi penting juga diingat bahwa keberlangsungan program sosial sangat tergantung pada stabilitas operasional perusahaan,” bebernya.
Kondisi ekonomi global yang tidak stabil telah memukul harga jual produk feronikel, berdampak langsung terhadap keberlanjutan operasional perusahaan. Dari tiga line produksi yang dimiliki KFI, hanya satu yang saat ini masih berjalan. Jumlah tenaga kerja lokal juga harus disesuaikan dari sebelumnya 1.700 orang menjadi 774 orang. Sementara tenaga kerja asing turun dari 125 menjadi 69 orang.
“Ini bukan keputusan mudah, namun kami harus menjaga agar perusahaan tetap hidup. Untuk itu kami berharap adanya dukungan nyata dari pemerintah, baik dalam bentuk insentif, regulasi yang adaptif, maupun kebijakan yang pro-investasi,” jelasnya.
Terkait kritik DPRD tentang keterbukaan informasi dan prosedur kunjungan, manajemen KFI menjelaskan bahwa pembatasan akses ke area produksi murni dilakukan atas dasar prosedur keselamatan. Permintaan surat izin keselamatan merupakan langkah standar dalam industri berat untuk memastikan pengunjung masuk area kerja dengan perlindungan penuh.
“Kami tidak bermaksud menutup diri, hanya ingin memastikan bahwa keselamatan setiap orang termasuk tamu merupakan prioritas kami. Ke depan, kami akan tingkatkan koordinasi lebih baik agar semua pihak dapat bersinergi,” pungkas Ardhi.
Dengan posisi strategis sebagai bagian dari program hilirisasi nasional dan kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah, PT KFI berharap sinergi antara legislatif, eksekutif, dan pelaku industri dapat terjalin lebih erat guna menghadapi tantangan bersama demi masa depan industri nikel dan kesejahteraan masyarakat Kaltim.