REDAKSI8.COM, TANAH BUMBU – Persoalan tanah yang kerap menimbulkan konflik di masyarakat menjadi perhatian serius Komisi III DPRD Tanah Bumbu. Demi memastikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah, DPRD Tanah Bumbu menggelar rapat kerja dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tanah Bumbu pada Selasa (11/03/25) di Aula Gedung DPRD Tanah Bumbu.
Dipimpin oleh Ketua Komisi III, Andi Asdar Wijaya, serta dihadiri oleh Wakil Ketua DPRD H. Sya’bani Rasul, rapat ini turut mengundang Kepala BPN Tanah Bumbu, Isa Widyatmoko, beserta jajaran Kepala Bidang. Fokus utama pertemuan ini adalah membahas program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Sertifikat Prona, dua program strategis pemerintah dalam percepatan sertifikasi tanah bagi masyarakat.
Dalam diskusi yang berlangsung, beberapa anggota DPRD menyoroti persoalan klaim tanah antara pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT) yang belum terdaftar di database online BPN dan pemegang Surat Keterangan Tanah (SKT). Konflik semacam ini sering terjadi di Tanah Bumbu, terutama karena sistem digitalisasi pertanahan baru mulai diterapkan sejak 2011.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPN, Isa Widyatmoko, menegaskan bahwa sertifikat tanah tetap sah meskipun belum tercatat dalam sistem online BPN, selama tidak ada putusan pengadilan yang membatalkannya.
“Buku tanah asli tetap tersimpan di kantor BPN, dan jika ada sertifikat yang hilang, bisa diterbitkan ulang berdasarkan arsip yang ada,” jelas Isa.
Namun, jika terjadi sengketa kepemilikan, BPN hanya berperan sebagai mediator. “Jika tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya harus melalui jalur hukum,” tegasnya.
Dalam paparannya, Isa Widyatmoko menjelaskan perbedaan mendasar antara program PTSL dan Prona. PTSL mencakup pendaftaran tanah secara menyeluruh di satu desa, memastikan bahwa seluruh bidang tanah di wilayah tersebut terdokumentasi dengan baik. Sedangkan Prona, di sisi lain, bersifat sporadis, artinya pendaftaran tanah dilakukan per titik dan tidak mencakup seluruh desa.

Proses pengukuran dalam PTSL kini menggunakan teknologi drone dengan foto tegak, memungkinkan pemetaan yang lebih akurat untuk menghindari tumpang tindih kepemilikan tanah.
“Masalah sering muncul pada sertifikat yang diterbitkan sebelum 2011, karena saat itu belum menggunakan sistem digital. Sejak 2011, kami sudah memakai aplikasi elektronik, sehingga jika ditemukan indikasi tumpang tindih lebih dari 5%, proses sertifikasi tidak dapat dilanjutkan,” jelasnya.
Pada tahun 2024, BPN Tanah Bumbu sukses mencapai target pendaftaran 5.000 bidang tanah. Namun, untuk tahun 2025, target awal 3.000 bidang mengalami pengurangan menjadi 1.340 bidang karena adanya program efisiensi.
Sejak 1 Juli 2024, pelayanan pertanahan resmi beralih ke sistem sertifikat elektronik. Format sertifikat tanah yang dulunya berbentuk buku kini hanya terdiri dari satu lembar dokumen digital.
BPN juga memperkenalkan aplikasi Sentuh Tanahku, yang memungkinkan masyarakat memeriksa kepemilikan tanah secara online tanpa harus datang ke kantor pertanahan.
Dengan berbagai inovasi ini, DPRD Tanah Bumbu berharap proses sertifikasi tanah semakin transparan, minim sengketa, dan memudahkan masyarakat dalam mendapatkan hak atas tanah mereka secara legal dan sah.



