REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Menghadapi siklus tahunan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang selalu diwarnai berbagai tantangan, Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali mengingatkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim untuk lebih fokus dan serius dalam menyiapkan mekanisme PPDB tahun ajaran 2025/2026.

Persoalan klasik seputar keterbatasan daya tampung sekolah negeri di dua kota besar, Balikpapan dan Samarinda, menjadi sorotan utama.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H. Baba, menekankan bahwa pola permasalahan ini terus berulang dari tahun ke tahun tanpa ada penyelesaian yang signifikan.
“Setiap tahun kita menghadapi hal yang sama,” ujarnya membuka diskusi dalam forum evaluasi. “PPDB selalu menjadi polemik besar karena jumlah sekolah negeri yang ada belum mampu menampung lonjakan jumlah pendaftar, khususnya di kota-kota besar.”
Nada suara H. Baba terdengar lugas namun tetap bersahabat, mencerminkan empatinya terhadap keresahan masyarakat.
Ia memahami bagaimana para orang tua rela berjuang keras demi memastikan anak-anak mereka memperoleh pendidikan yang layak, serta tekanan berat yang dirasakan oleh jajaran Disdikbud setiap musim PPDB tiba.
Mengambil contoh situasi di Balikpapan, H. Baba mengungkapkan bahwa hingga saat ini, kota tersebut hanya mampu menampung sekitar 51 persen dari total pendaftar di sekolah negeri.
Kondisi ini diperparah dengan adanya kecamatan seperti Balikpapan Tengah yang hingga kini belum memiliki satu pun SMA atau SMK negeri.
“Ini bukan lagi soal kualitas pendidikan, tetapi persoalan kuantitas. Kita butuh lebih banyak sekolah baru,” tegasnya. Oleh karena itu, menurutnya, pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) harus dipercepat dan tidak boleh lagi sekadar menjadi wacana dalam perencanaan.
Di sisi lain, permasalahan di Samarinda memang tampak berbeda namun tidak kalah kompleks. Secara kapasitas, daya tampung sekolah di kota ini sudah lebih memadai.
Namun, fenomena penumpukan pendaftar di sejumlah sekolah unggulan terus menjadi masalah. Orang tua murid cenderung hanya mengejar sekolah-sekolah yang berlabel favorit, menciptakan ketidakseimbangan yang berulang.
“Padahal, jika mutu pendidikan merata di semua sekolah, orang tua tidak perlu memaksakan anak-anak mereka masuk hanya ke beberapa sekolah tertentu,” lanjut H. Baba. Ia menegaskan bahwa pemerataan kualitas pendidikan merupakan solusi jangka panjang untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan merata.
Tak berhenti pada isu sekolah negeri saja, Komisi IV juga turut menyoroti keberadaan pondok pesantren di Kalimantan Timur.
Meskipun secara administratif pesantren berada di bawah naungan Kementerian Agama, namun peran mereka dalam membentuk karakter dan pendidikan generasi muda Kaltim tidak bisa dipandang sebelah mata.
“Pesantren tetap bagian dari denyut pendidikan kita. Selama mereka berkontribusi mendidik anak-anak bangsa, kita juga memiliki tanggung jawab moral untuk memperhatikan kebutuhan mereka,” tegas H. Baba dalam penutupannya.
Dengan semakin mendekatnya tahun ajaran baru, Komisi IV DPRD Kaltim berharap agar Disdikbud Kaltim segera mengambil langkah-langkah konkret.
Mulai dari perencanaan pembangunan sekolah baru, pemerataan mutu pendidikan di seluruh wilayah, hingga memperhatikan institusi pendidikan non-formal seperti pesantren.
Harapan besarnya, ke depan PPDB tidak lagi menjadi sumber kegelisahan tahunan, melainkan momentum yang menunjukkan kemajuan nyata dalam sektor pendidikan di Bumi Etam.