REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Aliansi anak muda Berau menolak perpanjangan izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Berau Coal di Kabupaten Berau.
U juk rasa tersebut berlangsung di Halaman Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jalan MT. Haryono Samarinda, Selasa (25/6/2024) pagi.
Penolakan aliansi anak muda itu membawa sejumlah tuntutan atas pelanggaran PT. Berau Coal. Diduga aktivitas perusahaan memberikan dampak terhadap masyarakat setempat.
Koordinator lapangan (korlap) Andi Muhammad Yunus dari Aliansi Muda Berau menyampaikan, aksi protes tersebut menyoroti beberapa aspek teknis.
Diantaranya dokumen Analisis dampak lingkungan (AMDAL), Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dan jaminan reklamasi.
“Aksi kami hari ini menuntut perusahaan tambang terbesar di Berau. Mereka melakukan penambangan kurang dari 500 meter dari bibir sungai, secara visual bahkan hanya berjarak 200 meter. Ini jelas melanggar regulasi AMDAL dan aturan lainnya,” kata Yunus saat aksi berlangsung.
Selama aksi berlangsung, ia menyebut, Dinas ESDM menolak untuk menandatangani tuntutan yang telah di ajukan.
“Kami menduga perusahaan tambang itu mendapat dukungan dari Dinas ESDM,” ujar Yunus.
Pun, aliansi tersebut menyuarakan penolakan atas perpanjangan PKP2B PT Berau Coul, sebab akan berpotensi menimbulkan bencana alam di masa depan.
“Kami meminta Kementerian ESDM melalui Dinas ESDM Provinsi Kaltim mengaudit AMDAL dari perusaahan tambang terbesar di Berau dengan RKAB. Kami menduga bahwa PT Berau Coal telah menambang tanpa izin RKAB yang sah,” ucapnya.
Menurutnya, adanya PKP2B itu penting tidak melakukan pelanggaran hukum. Pelanggaran tersebut, dapat ditemukan dalam undang-undang terkait energi dan mineral.
“Kami menemukan bahwa RKAB yang digunakan di Berau berasal dari daerah lain, yang jelas melanggar hukum karena RKAB adalah rancangan anggaran khusus yang tidak boleh digunakan di luar wilayah asalnya,” jelasnya.
Ia berharap, tuntutan yang dibawa segera ditindaklanjuti oleh pihak terkait demi kebaikan masyarakat Kabupaten Berau.
“Artinya banyak kezaliman-kezaliman yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Berau. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral tidak mendukung untuk kegiatan kita hari ini,” cetusnya.
Di waktu yang sama, Staff Bidang Minerba Dinas ESDM, Ahmad Wildihaifan menanggapi perizinan PKP2B dari dulu hingga saat ini memang berada di pusat.
Hal itu berbeda dengan IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang berada di kabupaten atau kota sebelum dialihkan ke provinsi.
Kemudian, beralih ke pusat berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2020 perubahan atas UU nomor 4 tahun 2OO9 tentang pertambangan mineral dan batubara.
“Dari sisi perizinan, Dinas ESDM hanya mengakomodir permohonan galian C, yaitu mineral bukan logam dan batuan. Jadi, seharusnya aspirasi ini lebih tepat jika disampaikan langsung ke Kementerian ESDM,” urai Ahmad.
Ahmad menekankan, isu jarak antara buffer zone dari pinggir sungai ke area penambangan yang disebut-sebut hanya 200 meter. Seharusnya, 500 meter menurut dokumen AMDAL, memerlukan verifikasi lapangan.
“Untuk menyelesaikan isu ini, kita perlu memeriksa dokumen AMDAL dan melakukan peninjauan lapangan untuk memastikan apakah jaraknya memang kurang dari yang diatur. Jika benar, berarti ada indikasi pelanggaran,” ujar Ahmad.
Mengenai masalah teknis lainnya, lanjut Ahmad, seperti dokumen RKAB memang belum ada untuk beberapa blok.
Sehingga, diperlukan tinjauan dari sisi administrasi dengan memeriksa dokumen terkait.
“Diskusi di atas meja tidak cukup memutuskan kebenaran atau tidaknya pernyataan ini. Kami harus melakukan tinjauan lapangan, dan komparasi dokumen untuk memastikan kesesuaian,” tutupnya.
Kendati demikian, Aliansi Muda Berau berharap protes dan tuntutan dapat sampai ke Kementerian ESDM.
Sebab, dinas di tingkat provinsi tidak memiliki wewenang terkait perizinan PKP2B yang berada di bawah kewenangan pusat.