Bermula dengan ucapan terima kasih kepada Fraksi Golkar, PDIP, Gerindra, dan Demokrat-PAN, Masinton kemudian menanggapi Fraksi NasDem dengan pidato yang nyaris menyerupai kuliah umum tentang Permendagri, aturan penyusunan APBD, hingga ulang tahun Pemkab. Bahkan, ia sempat menyinggung perayaan HUT Pemkab ke-80 yang menurutnya “sah dan tidak ilegal” – seakan ada yang pernah menuduh pesta ulang tahun sebagai tindak kriminal.
Alih-alih sekadar memberi jawaban diplomatis, Masinton justru melempar sindiran pedas kepada fraksi. Dengan gaya khasnya, ia menegaskan bahwa perubahan APBD yang diajukan bukan perkara “katanya” atau gosip politik, melainkan produk hukum yang jelas mengacu pada Permendagri.
Tak berhenti di situ, Bupati juga menyinggung soal surat edaran tentang pembangunan di sempadan pantai. Dengan penuh gaya, ia menyebut program jogging track dan penataan pantai bukan penggusuran, melainkan “menggeser secara manusiawi”.
“Bukan bangunannya dibongkar, bangunan baru yang kita himbau, jadi bapak ibu, kita punya pantai, kita harus bisa menikmati, kita perindah, pembangunan jogging track, penataan sempadan pantai itu adalah bagian dari pemerintah daerah,” katanya.
Masinton juga memastikan dalam pelaksanaan pembangunan di masa pemerintahannya, dipastikan pembangunan yang manusiawi. “tidak menggusur, tapi menggeser, menata. Maka kita siapkan tempatnya,” Ujarnya.
Terkait mutasi PNS, Masinton berulang kali menegaskan tak ada politik atau uang terlibat. Namun, ia sendiri yang menyelipkan sindiran: “Saya tahu ada satu fraksi yang tidak suka, tidak masalah. Saya semakin ditekan semakin asik.” Entah ini jawaban atas kritik, atau sekadar unjuk mental baja.
Bagian paling tajam justru ketika Masinton memperingatkan DPRD soal kritik yang dianggap kelewat batas. Ia mengancam akan melaporkan ke kejaksaan segala bentuk tuduhan dan fitnah di luar ruang sidang. Dengan nada serius, ia menekankan agar DPRD berhati-hati, karena tidak semua bisa berlindung di balik imunitas.
“Selesai pembahasan P-APBD ini, mohon maaf, laporan-laporan fitnah yang dilempar ke publik akan kita bawa ke ranah hukum. Kritik boleh, tapi kalau sudah jadi ujaran kebencian, itu bab lain,” katanya sambil menutup dengan kalimat khasnya: “ Saya Semakin ditekan, semakin asik.”
Rapat paripurna yang seharusnya menjadi ruang debat sehat, akhirnya lebih mirip arena sindiran politik terbuka. Masinton terlihat tidak hanya menanggapi, tapi juga menguliti satu per satu tudingan dengan gaya retoris penuh ironiyang tentu saja, membuat suasana paripurna semakin “hidup”. (Jerry)
