REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjarbaru, DPRD memanggil Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Kalimantan Selatan (BPJN Kalsel) dan perwakilan warga yang terdampak ekonomi pembangunan Jembatan Sei Ulin Jalan Ahmad Yani Kilometer 31.

Jawaban BPJN atas masalah itu masih mengambang.
Wakil Ketua Komisi III DPRD, Kota Banjarbaru, Ronauli Saragi mengatakan, ketua DPRD sendiri sudah dengan tegas memberikan jangka waktu kepada BPJN selama satu minggu kedepan.

“Memang belum mencapai kesepakatan, di akhir rapat ketua memberi jangka waktu pada BPJN hingga tanggal 25 Agustus. Jawaban mereka, kita tidak tahu apakah iya atau tidak, tapi tanggal itu final sudah,” ujarnya, Selasa (19/8/25).
Kendati demikian, dirinya mengharapkan pada tanggal yang telah ditetapkan tersebut ada itikad baik dari pihak kontraktor maupun BPJN Kalsel untuk menyelesaikan masalah itu.
“Mereka memberikan tanggapan bahwa mereka juga perlu konsultasi dengan kontraktor dan segala macam. Tetapi kita mengultimatum tanggal 25 Agustus itu sudah ada jawaban,” ungkapnya.
Ronauli menjelaskan, dalam RDP tersebut, BPJN kembali membahas penyelesaian dampak teknis pembuatan jalan untuk warga yang terdampak.
Dimana masyarakat merasa kesulitan atas akses jalan menuju rumah mereka. Warga setempat hanya menggunakan oprit jembatan.
“Dari sisi gambar atau konsep teknis pembuatan jalan menuju rumah warga yang dibuat BPJN, jalan itu dibuat langsung turun ke rumah warga, langsung dari oprit jembatan,” katanya.
Ronauli mempertanyakan bagaimana rekayasa lalu lintas yang dapat diberlakukan, apakah memungkinkan warga dapat masuk melalui oprit jembatan.
“Apakah tidak membahayakan nantinya, ini juga jadi perhatian kami baik DPRD maupun Dishub, karena amdalnya belum ada, jadi menurut saya membahayakan karena termasuk jalur cepat di atas jembatan,” ucapnya.
Di sisi lain menurutnya, oprit jembatan bersinggungan langsung dengan baliho yang belum diketahui kewenangan untuk mengaturnya berada di Pemerintah Kota (Pemko) atau Pemerintah Provinsi (Pemprov).
“Dari teknis ini kita melihat di samping jembatan ada rumah warga, ketika melihat di lapangan memang seharusnya dibikinkan jalan, tetapi untuk membuat jalan menuju rumah warga ini terhalang dengan tiang baliho. Yang jelas itu cukup menganggu berada di oprit jembatan,” tuntasnya.