REDAKSI8.COM, TAPTENG — Aksi unjuk rasa yang dilakukan sejumlah wartawan di depan Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Tapanuli Tengah, Jumat (27/6/2025), memantik reaksi keras dari kalangan internal pers sendiri.
Ketua Dewan Etik Ikatan Wartawan Online (IWO) Sibolga-Tapteng, Dzulfadli Tambunan, secara tegas menilai aksi tersebut telah melenceng dari nilai-nilai luhur jurnalisme. Baginya, demo wartawan bukan hanya tidak lazim, tetapi juga berpotensi mencoreng integritas profesi.
“Kalau ada dugaan penyimpangan, salurkan lewat karya jurnalistik. Bukan lewat orasi di jalan. Kita ini jurnalis, bukan aktivis,” ujar Dzulfadli saat ditemui di Pandan.
Menurut Dzulfadli, profesi jurnalis memiliki koridor moral dan kode etik yang harus dijunjung tinggi. Demonstrasi oleh wartawan untuk memprotes pengelolaan anggaran publikasi Dana Desa 2025 dinilainya tidak mencerminkan sikap profesional.
Lebih jauh, ia mencurigai bahwa aksi tersebut justru mengandung kepentingan terselubung yang bisa menodai kepercayaan publik terhadap profesi wartawan.
“Saya khawatir, aksi itu bukan murni membela kepentingan publik, tapi justru ada nuansa tekanan. Bisa jadi hanya modus agar mendapat bagian tertentu. Ini yang harus kita waspadai,” tegasnya.
Dzulfadli menjelaskan bahwa anggaran publikasi Dana Desa sejatinya sudah diatur secara teknis melalui Rencana Anggaran Biaya (RAB), sesuai dengan volume dan kebutuhan kerja sama media. Ia menilai tuduhan pungutan liar (pungli) yang dilontarkan dalam aksi tersebut tidak berdasar dan terlalu spekulatif.
Sebagai penutup, Dzulfadli menyerukan pentingnya refleksi di kalangan wartawan, khususnya yang bertugas di wilayah Sibolga-Tapteng.
“Jangan hancurkan marwah jurnalistik hanya karena kepentingan pribadi. Mari belajar, perbaiki kualitas tulisan, dan kembalikan kepercayaan publik dengan cara yang benar,” pungkasnya.
Aksi ini menjadi catatan penting bagi dunia pers lokal—bahwa menjaga etika dan kredibilitas lebih penting daripada menuruti ambisi jangka pendek.