REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Di tengah hiruk-pikuk Pasar Pagi Samarinda yang nyaris tak pernah sepi dari aktivitas ekonomi, sebuah rencana besar tengah bergulir.

Bukan sekadar renovasi kios atau penataan ulang lapak pedagang, melainkan rencana pembangunan hotel modern yang digadang-gadang akan mengubah wajah kawasan perdagangan ikonik tersebut.
Gagasan pembangunan hotel ini memang menuai pro dan kontra. Namun bagi Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Subandi, rencana tersebut merupakan langkah maju yang patut diapresiasi — tentu dengan catatan penting yang tak boleh diabaikan.
“Adanya hotel, pastinya Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan meningkat. Selain itu, desain gedung yang maksimal juga akan menambah nilai estetika dan seni,” ujar Subandi ketika ditemui di sela aktivitasnya.
Subandi melihat kawasan Pasar Pagi sebagai simpul strategis kota yang menyimpan potensi ekonomi besar.
Letaknya yang berdekatan dengan Sungai Mahakam serta posisinya sebagai pusat perbelanjaan rakyat menjadikannya kawasan ideal untuk pengembangan ekonomi perkotaan.
Kehadiran hotel di kawasan ini, menurutnya, tak hanya akan memberi dampak positif terhadap sektor perhotelan dan pariwisata, tetapi juga bisa mengintegrasikan fungsi kota secara utuh — antara sektor perdagangan, pelayanan publik, estetika kota, dan identitas budaya.
“Kita bicara soal harmoni antara bisnis, budaya, dan pelayanan. Hotel ini bisa jadi pemicu tumbuhnya kawasan perdagangan modern yang tetap membumi,” jelas Subandi.
Peringatan Keras: IPAL dan Aspek Lingkungan Wajib Jadi Prioritas
Meski mendukung, Subandi tetap menegaskan satu hal yang tak bisa ditawar: aspek lingkungan. Ia menyoroti bahwa pembangunan hotel harus disertai dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang layak, agar tidak mencemari Sungai Mahakam yang berada tak jauh dari lokasi proyek.
“Masalah limbah yang biasanya langsung dibuang ke sungai harus diatasi. Jadi, hotel boleh dibangun, tapi IPAL-nya juga harus ada,” tegasnya.
Bagi Subandi, pembangunan fisik yang megah tidak boleh mengorbankan keberlanjutan lingkungan. Ia mengingatkan bahwa Sungai Mahakam bukan sekadar elemen geografis, melainkan juga sumber kehidupan dan warisan ekologis masyarakat Kaltim.
Tak hanya itu, Subandi juga menyoroti status Pasar Pagi yang telah mengantongi standar nasional Indonesia (SNI) — satu-satunya pasar rakyat di Kalimantan Timur yang meraihnya. Maka dari itu, proyek hotel harus menjadi pelengkap yang memperkuat identitas kawasan, bukan justru menurunkannya.
“Pasar Pagi ini dirancang punya standar SNI. Ini satu-satunya di Kaltim. Jadi kita dukung, asalkan semuanya sesuai aturan dan perhatikan aspek lingkungan serta fungsi sosialnya,” ujarnya lagi.
DPRD Kaltim berharap proyek ini kelak tidak hanya menjadi simbol kemajuan fisik, tetapi teladan dalam perencanaan kota yang berimbang.
Estetika, ekonomi, ekologi, dan fungsi sosial masyarakat harus berjalan beriringan dalam satu tarikan napas.
Jika semua berjalan sesuai perencanaan, hotel baru di kawasan Pasar Pagi Samarinda akan berdiri sebagai penanda zaman, sekaligus saksi transformasi dari pasar rakyat tradisional menuju kawasan perdagangan urban yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai lokal dan keberlanjutan.