REDAKSI8.COM, HST – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menyuarakan penolakan terhadap rencana penetapan kawasan Pegunungan Meratus sebagai taman nasional.

Ketua Dewan Aman AMAN HST, Mirdianto, menegaskan, kebijakan tersebut mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat serta mengabaikan hak-hak ulayat yang diwariskan secara turun-temurun.
“Setiap tahun kami menjalankan ritual adat dalam membuka ladang. Tapi kalau dijadikan taman nasional, siapa yang bertanggung jawab kepada Yang Maha Kuasa jika kami tak bisa melanjutkan amanah leluhur?” ujar Mirdianto dalam konferensi pers Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMAN VIII, yang digelar di Kutai Adat Lawas Sumping Layang, pada Senin (14/04/2025).
Menurutnya, hutan Meratus bukan hanya kawasan ekologi, tetapi juga ruang sakral dan warisan sejarah.
“Kami dititipi tanah ini dengan pesan untuk menjaga hak milik dan hak ulayat dengan sungguh-sungguh,” lanjutnya.
Rencana pengusulan kawasan Pegunungan Meratus sebagai taman nasional ini muncul dari hasil penapisan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan bersama UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dari proses tersebut, disepakati bahwa sekitar 119.000 hektare berpotensi ditetapkan sebagai taman nasional.
Kawasan itu mencakup wilayah administratif di Kabupaten Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Banjar, dan Kotabaru.
Namun, menurut Mirdianto rencana ini dilakukan tanpa konsultasi dan partisipasi aktif masyarakat adat yang selama ini menjaga hutan tersebut secara lestari.
Pihaknya menolak konsep konservasi yang menyingkirkan masyarakat adat dari ruang hidupnya.
Ia menegaskan, pelestarian hutan bisa dan telah dilakukan oleh komunitas adat melalui kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun.
“Kami bukan anti-konservasi. Tapi kami ingin dihormati sebagai penjaga hutan, bukan dianggap pengganggu. Penetapan taman nasional tanpa partisipasi aktif kami hanya akan mengulang sejarah pengusiran atas nama pembangunan,” tegas Mirdianto.