REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Selain keputusan KPU membatalkan pasangan calon Aditya Mufti Ariffin – Said Abdullah sebagai kontestan Pilkada di Banjarbaru, Pakar Hukum tata Negara Margarito Kamis, turut memberikan pandangan terhadap tingginya suara tidak sah.
Katanya, seberapapun suara tidak sah dari pilkada tersebut, secara hukum suara itu tidak ada.
“Sudahlah, ini kalau dibikin singkat tindakan KPU itu sah, diberhentikan beliau (Aditya-Said Abdullah) dan tidak mengganti surat suara itu juga sah, dengan akibat hukum perolehan suara yang memilih dia itu harus dianggap tidak sah,” pandangannya, dalam Kanal Youtube Podcast Akbar Faizal, Minggu (15/12/2024) petang.
Menurutnya, siapapun yang beranggapan telah melanggar hukum memperoleh suara, maka dari sisi hukum tetap tidak berlaku.
“Ada doktrin dari dunia hukum, hak itu tidak pernah lahir dari sesuatu yang salah, kalau orang tua dikapung itu bilang yang baik ketemu yang baik, yang surak ketemu yang rusak,” ungkapnya.
Baginya, sistem di negara indonesia belum menyediakan cara kepada mereka yang menganggap diri mereka ditipu menyampaikan keluhan.
Margarito tidak tahu bagaimana Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan hak kepada mereka, bahkan sistem tidak menyediakan cara untuk mereka melakukan koreksi.
“Sistem tidak menyediakan cara untuk mereka mengoreksi,” cetusnya.
“itu masalahnya saat ini, anda mau suka atau tidak senang atau tidak, kalau anda mau coba-coba sifatnya kreasi apakah Mahkamah Konstitusi mau mengakomodasi itu atau tidak, masalahnya tidak ada aturan segala macam itu mau atau tidak Mahkamah Konstitusi,” sambungnya.
Sebelumnya, pembatalan paslon 01 Aditya Mufti Ariffin – Said Abdullah sebagai kontestan pemilu baginya sudah benar.
Lantaran yang bersangkutan telah melanggar administrasi pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu.
Sebab baginya, jika penyelenggara pemilu tidak membatalkan paslon yang menggunakan dana APBD negara untuk kepentingan promosi politik, hal itu justru salah.
Sebagaimana undang-undang dalam pasal 71 ayat 3 dan 4 memaktub, paslon kontestan pilkada tidak boleh mengambil keuntungan secara politik dengan menggunakan fasilitas negara dan APBD yang bersumber dari rakyat.
“Pilihannya hanya satu, Bawaslu dan KPU mesti memenuhi perintah undang-undang,” tegasnya.