Pemusnahan kali ini mencakup barang-barang hasil penindakan dibidang kepabeanan dan cukai selama periode 2017 hingga 2024, dengan total nilai mencapai Rp 16,4 miliar.
Jenis barang yang dimusnahkan meliputi 13.529.465 batang hasil tembakau dan 28 pcs SNUS senilai Rp 8,52 miliar, serta 7.354 botol dan 991 kaleng minuman beralkohol senilai Rp 4,75 miliar.
Selain itu juga 436 unit barang elektronik, termasuk handphone dan laptop senilai Rp 1,12 miliar, 2.167 ball pakaian bekas senilai Rp 696,98 juta, dan 20 pcs kelengkapan kapal senilai Rp 241 juta.
Pemusnahan juga mencakup 274 pcs sparepart kendaraan berupa ban dan velg senilai Rp 79,65 juta, serta 74 pcs senjata dan bagiannya senilai Rp 68,46 juta.
Barang lainnya yang dimusnahkan termasuk 2.081 pcs makanan dan minuman senilai Rp 104,81 juta, 12 pcs sextoys senilai Rp 1,2 juta, dan 4.034 pcs barang lainnya, seperti beras dan peralatan rumah tangga senilai Rp 758,87 juta.
Kepala Kantor Bea Cukai Batam, Zaky Firmansyah, menegaskan pentingnya pemusnahan ini. “Barang-barang ini tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan kembali,” ujarnya.
Ia merujuk pada Pasal 33 PMK 178 Tahun 2019, yang menyatakan bahwa Barang Milik Negara (BMN) hasil dari sitaan yang dimusnahkan jika tidak dapat digunakan, tidak mempunyai nilai ekonomis, dan dilarang diekspor atau diimpor.
Barang-barang yang dimusnahkan berasal dari Barang yang Dinyatakan Barang Tidak Dikuasai (BTD) dan Barang yang Dikuasai Negara (BDN), yang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melalui KPKNL Batam.
Zaky menambahkan bahwa pemusnahan ini bukan hanya soal penegakan hukum. “Ini adalah komitmen kami untuk melindungi masyarakat dari barang ilegal,” katanya.
Ia berharap pemusnahan ini dapat memberikan efek jera dan mencegah pelanggaran di masa mendatang. “Dengan pemusnahan ini, diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah pelanggaran serupa,” imbuhnya.
Zaky juga menegaskan pentingnya kolaborasi antar instansi. “Tindakan ini juga merupakan upaya untuk menjaga masyarakat dari peredaran barang ilegal yang dapat merugikan kesehatan dan mengganggu penerimaan negara,” pungkasnya.