REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Pilkada formalitas menjadi sebutan sebagian masyarakat yang kecewa dengan aturan demokrasi di Banjarbaru pada pemilihan serentak tahun ini.

Menurut masyarakat, buat apa digelar pilkada jika tak ada celah kekalahan bagi calon tunggal yakni paslon 1 melawan paslon 2 yang sudah pasti nol suaranya.
Berbeda dengan mekanisme kotak kosong yang mengharuskan calon tunggal memperoleh lebih dari 50 persen suara sah untuk memenangkan kontestasi.
Di Kalimantan Selatan, pilkada tahun ini ada dua wilayah memiliki calon tunggal yakni Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan, yang keduanya dimenangkan calon tunggal melawan kotak kosong.
Situasi di Pilwali Banjarbaru berbeda dengan dua kabupaten tersebut.
Menurut dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Varinia Pura Damaiyanti, calon tunggal atau melawan kotak kosong memang tidak ada dasar hukumnya untuk kasus di Banjarbaru.
Dia merujuk Undang-Undang ataupun Peraturan KPU lainnya hanya mengatur jika pembatalan pasangan calon terjadi 30 hari sebelum pemungutan suara pilkada, maka KPU bisa menerapkan mekanisme calon tunggal melawan kotak kosong.
Ada cukup waktu bagi KPU untuk mencetak ulang surat suara dan beragam hal teknis lainnya disiapkan menuju hari pencoblosan.
Sedangkan kasus di Banjarbaru terjadi 27 hari sebelum pemungutan suara. Maka dari itu KPU Banjarbaru berkonsultasi ke KPU Kalsel dan diteruskan ke KPU RI, Alhasil terbitlah sebuah petunjuk teknis.
Surat Keputusan KPU RI Nomor 1774 Tahun 2024 yang menyatakan surat suara yang tercoblos ke paslon yang didiskualifikasi dianggap tidak sah.
SK Itu pun jadi pro dan kontra di tengah masyarakat.
“Sejak awal pembatalan paslon nomor urut 2 di Pilwali Banjarbaru, KPU tidak pernah menyatakan calon tunggal alias melawan kotak kosong,” pendapatnya.
“Ada kesalahpahaman di sana. Masyarakat tidak paham aturan KPU pusat terkait kasus itu,” jelas Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Provinsi Kalimantan Selatan periode 2022 hingga 2023 ini.
Varinia menilai, keriuhan di Banjarbaru sekarang lebih kepada persoalan suka atau tidak suka. Karena kalau kondisinya terbalik mungkin tidak seribut ini.
Adapun pembatalan pencalonan oleh Bawaslu yang memberikan rekomendasi dan akhirnya dieksekusi oleh KPU menurut dia pastinya telah sesuai prosedur dan aturan, sehingga semua pihak harus bisa melihat lebih jernih dinamika demokrasi di Banjarbaru.