REDAKSI8.COM, KOTABARU – Warga Desa Stagen Kotabaru ungkapkan rasa kekecewaan terhadap nilai ganti rugi harga bidang tanah untuk pembangunan pengembangan Lapangan Terbang Gusti Syamsir Alam Kotabaru.
![](https://redaksi8.com/wp-content/uploads/2025/01/WhatsApp-Image-2025-01-27-at-17.17.24.jpeg)
Bagi mereka, harga tersebut dianggap tidak sesuai dengan nilai properti yang sudah berdiri di tanah mereka. Hal itu disampaikan aksi pengunjuk rasa di depan Kantor BPN Kotabaru, Senin (10/02/2025) Pagi.
Seorang warga Desa Stagen Yudi, yang memimpin jalannya aksi demonstrasi itu mengaku, hanya ingin menyampaikan keluh kesah atas sikap Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
Baginya, nilai ganti rugi tersebut tidak adil, bahkan tidak sesuai dengan nilai properti miliknya.
“Ketidakadilan dalam penetapan nilai nominal harga dari pada bidang-bidang tanah yang kami miliki, itulah yang membuat kekecewaan kami,” ungkapnya dalam aksi tersebut.
Menurutnya, pihak KJPP hanya mengambil sejumlah foto bangunan rumah tampak luar, tidak melihat bahan material bangunan di dalamnya.
Pantas saja dia berpendapat, KJPP menaksir nilai ganti rugi bangunan dengan harga yang cenderung ‘miring’.
“Kalo memang mereka profesional, seharusnya minta ijin masuk ke dalam rumah biar tahu bagaimana bentuk bahan bangunan seperti apa,” sarannya.
Tidak hanya mengeluh masalah nilai nominal harga saja, Angerullah warga setempat lain menilai pihak KJPP asal-asalan dalam pengecekan bangunan.
“Kenapa saya bilang asal-asalan, contohnya bangunan rumah baru ditempatin kurang lebih 3 tahun, cuman dikasih harga 50% dari harga awal membangun,” ketusnya.
“Saya pribadi tidak ada niat untuk mempersulit pihak panitia dalam pembangunan bandara Gusti Syamsir Alam. Bahkan kami senang bahwa Kabupaten Kotabaru Maju dalam pembangunan, tetapi tolong kasih kami nilai harga yang wajar,” sambungnya.
![](https://redaksi8.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG-20250209-WA0004.jpg)
Dikonfirmasi ke Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kotabaru I Made Supriadi menjawab, kewenangan BPN melakukan pengambilan data fisik dengan cara mengukur bidang-bidang tanah sesuai penunjukan dari masyarakat, dan mengumpulkan data-data kepemilikan serta data identitas diri saja.
Setelah itu, ada penetapan lokasi, hingga dibentuk tim pelaksanaan pengadaan tanah.
Tim tersebut lebih jauh, terdiri dari Kantor Pertanahan, Dinas PUPR dan Dinas Pertanian, yang bertugas melakukan identifikasi dan inventarisasi tanah, bangunan, serta tanaman.
“Data ini kemudian dijadikan dasar dalam penyusunan peta bidang dan daftar nominative,” paparnya.
Setelah tahap tersebut selesai, instansi yang memerlukan tanah (Perkimtah<-red) mendatangi lokasi yang dimaksud untuk diinspeksi.
Disitulah pihak Perkimtah menilai harga tanah serta bangunan berdasarkan standar yang berlaku.
“Musyawarah yang dilakukan bukan untuk menegosiasikan harga, tetapi untuk menyepakati bentuk ganti kerugian, apakah berupa uang, tanah pengganti, atau lainnya,” terangnya.
Jika warga tidak setuju Ia menukas, bisa mengajukan keberatan ke pengadilan dalam waktu 14 hari.
“Jika keberatan warga ditolak di pengadilan, mereka masih dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung,” tukasnya.
“Kami tidak bisa mengintervensi proses pengadilan. Harapan kami, masyarakat mengikuti mekanisme yang ada dengan damai agar situasi tetap kondusif,” pungkasnya.