Sejumlah anggota DPRD menyorot absensi sang bupati, yang dianggap kurang menghargai forum resmi parlemen. Nada keras bahkan datang dari Anggota DPRD Musliadi Simanjuntak yang mengancam akan menggulirkan hak interpelasi hingga hak angket.
Namun, ketegangan kian meninggi ketika Masinton hadir di penghujung rapat dan langsung menanggapi dengan sikap menantang.
“Silakan gunakan hak interpelasi, hak angket. Itu hak saudara, konstitusi yang memberi. Tapi saya juga punya kewenangan. Kalau DPRD menghambat, saya sudah siapkan skenario Perkada untuk lima tahun ke depan,” tegas Masinton, yang seketika memancing riuh ruangan.
Masinton menegaskan hubungan eksekutif dan legislatif adalah kemitraan setara, namun berbeda kewenangan. Ia menolak adanya dominasi politik tertentu yang disebutnya sebagai “tirani mayoritas.”
“Kalau orientasi kita sama, demi rakyat, maka kita kawan. Tapi kalau orientasinya berbeda, ya jelas kita berseberangan. Basis politik itu harus argumentasi, fakta, dan data, bukan sekadar kekuasaan,” ujarnya lantang.
Bupati yang dikenal vokal itu juga melontarkan kritik pedas terhadap pola pembangunan masa lalu.
“Sampai hari ini Tapteng tidak punya apa-apa. Hanya bangunan mangkrak tanpa arah. Itu yang saya tidak mau ulangi. Ke depan, orientasi kita harus jelas. Kalau DPRD menghambat, saya sudah perintahkan OPD untuk jalan terus. Perkada sudah disiapkan lima tahun,” katanya menekankan.
Masinton pun mengingatkan, DPRD boleh saja menggunakan hak interpelasi, namun keputusan terakhir tetap berada di tangan rakyat.
“Jangan pernah meremehkan suara rakyat. Mereka yang memilih arah perubahan agar Tapteng naik kelas, adil untuk semua. Kalau bapak-ibu tidak setuju, biarkan rakyat yang menilai,” sindirnya.
Ketegangan rapat akhirnya diredam Ketua DPRD Tapteng, Ahmad Rivai Sibarani. Ia berharap komunikasi antara DPRD dan eksekutif tetap terbangun agar opsi Perkada tidak menjadi kenyataan yang bisa memicu konflik berkepanjangan. (Jerry)