REDAKSI8.COM, GUNUNGSITOLI – Kasus dugaan perampokan dan penganiayaan terhadap sopir taksi online Maxim berinisial IZ di Hilinaa, Gunungsitoli, memicu tanda tanya publik. Korban menuding Polres Nias tidak melakukan penahanan terhadap dua pelaku berinisial PZ dan OZ, meski keduanya mengaku tertangkap tangan di lokasi kejadian. Ironisnya, mobil milik korban justru disita, sementara pelaku yang disebut residivis dan preman pasar tetap bebas berkeliaran.
Peristiwa ini sebelumnya viral di media sosial melalui akun Andalan Nias pada 2 Agustus 2025, dengan peringatan kepada warga untuk waspada terhadap “preman bermodus debt collector” yang melakukan pencurian dan penganiayaan.
IZ melaporkan kejadian itu ke Polres Nias melalui LP/B/132/III/2025/SPKT/POLRES NIAS/POLDA SUMATERA UTARA dengan sangkaan Pasal 368 KUHP dan/atau Pasal 351 KUHP. Namun, hingga berita ini diturunkan, korban mengaku belum melihat tindakan hukum nyata terhadap pelaku.
Menurut korban, pagi hari sekitar pukul 09.18 WIB, pelaku PZ memesan taksi online Maxim dari RM Lapo Manurung menuju Sihareo Siwahili. Sore harinya, PZ menghubungi korban untuk dijemput di Jalan Ahmad Yani menuju Hilinaa. Pelaku PZ duduk di kursi depan, sementara OZ duduk di kursi tengah.
Di perjalanan, PZ menawarkan rokok. Setelah menghisapnya, korban merasa lemas dan mengantuk. Pelaku yang diduga mabuk dan pengguna narkoba kemudian mengarahkan mobil ke rumah kosong di Hilinaa. Di lokasi sepi itu, PZ merampas kunci mobil korban, disertai aksi dorong dan tandukan kepala yang membuat korban luka di tangan dan bibir.
Warga mengenal pelaku sebagai preman pasar dan menyarankan korban melapor. Anggota Intel Kodim 0213 Nias bersama personel Polres Nias tiba di lokasi dan mengamankan kunci mobil. Korban dibawa ke Polres untuk membuat laporan, namun mobilnya justru dibawa polisi dan hingga kini masih ditahan.
Korban mengaku mobilnya ditahan atas dasar surat perintah dari seseorang bernama Antoni, yang disebut sebagai pemilik jasa debt collector di Medan. IZ menegaskan tidak mengenal pihak tersebut dan menyebut pelaku tidak memiliki hak hukum atas kendaraannya.
“Saya mengalami luka dan kerugian materiil. Mobil saya disita, pelaku bebas berkeliaran bahkan mengintimidasi saya di kantor polisi. Ini jelas melawan hukum,” ujarnya.
IZ merujuk pada Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019, UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan POJK No. 29/POJK.05/2014, yang menegaskan penarikan kendaraan oleh debt collector tanpa prosedur sah, apalagi dengan kekerasan, adalah tindak pidana.
Kasus ini menuai komentar pedas di media sosial. Akun Andika Dealu menulis, “Kepolisian sudah disogok pak, makanya masalah didiamkan.” Sementara akun Enu Arman Gulo menyarankan korban membawa pengacara dan bukti lengkap jika ingin mengambil mobilnya, bahkan mendesak agar oknum polisi yang terlibat dipecat.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polres Nias belum memberikan keterangan resmi terkait alasan tidak dilakukannya penahanan pelaku maupun dasar hukum penyitaan mobil korban.

Hingga berita ini diturunkan, saat awak Redaksi8.com saat mengkonfirmasi dari Kasi Humas Polres Nias, Aipda Motivasi Gea (11/8/2025) belum ada diberikan tanggapan. Tidak ada keterangan resmi terkait alasan pelaku tak ditahan maupun dasar hukum penyitaan mobil korban.