REDAKSI8.COM – Terkait pemberhentian salah satu tenaga honorer di (Satuan Polisi) Satpol (Pamong Praja) PP Banjarbaru belakangan ini menuai kontroversi.
Atas keputusan yang di ambil oleh sejumlah pejabat di Satpol PP, Noor Maulida Djayanti yang telah diberhentikan itu terpaksa mendatangi kantor DPRD untuk meminta bantuan dan kejelasan terkait surat pemberhentian yang dilayangkan kepadanya.
Pasalnya, perempuan yang diangkat sebagai tenaga honorer atas prestasi olahraga Judonya selama 4 tahun disana, merasa diberhentikan secara sepihak dari pimpinan instansinya.
Kepala Satpol PP Banjarbaru Hidayaturahman menjelaskan, pernyataan dari Yanti yang terdengar di media masa belakangan ini tidaklah benar.
Baginya pihaknya tidak pernah melakukan pemberhentian kepada tenaga honorer mereka secara sepihak. Malahan Satpol PP sendiri sudah melewati proses yang cukup panjang hingga menggambil keputusan untuk memberhentikan orang yang bersangkutan.
“Kami evaluasi terhadap seluruh tenaga kontrak. Hasil evaluasi ada 4 orang yang menurut atasan langsung tidak bisa direkomendasikan untuk diperpanjang kontraknya,” jelas Hidayaturahman di ruangannya, Rabu (14/9).
Lantaran tingkat kehadiran tenaga honorer yang bersangkutan rendah dan kerap tidak mengikuti apel pagi serta giat lainnya menurut Dayat panggilan akrabnya terpaksa mereka berempat diberhentikan.
Dari pihak Satpol PP pun sambungnya sudah memberikan teguran langsung maupun surat peringatan beberapa kali kepada mereka supaya memperbaiki perilakunya.
“Kemudian kami datang ke tempat orang itu, kami tidak langsung menghentikan kontrak, tapi kami beri kesempatan untuk yanti memperbaiki diri,” Ia menjelaskan.
“Kami pun memperpanjang kontrak, tapi tidak sama dengan tenaga honor yang lain yang tidak terkena evaluasi ini. Ada yang kami beri 2 bulan atau 3 bulan, tergantung tingkat kehadiran atau kesalahanya,” lebih jauh kepada Redaksi8.com.
Setelah masa percobaan berakhir, pihak Satpol pun kembali mengevaluasi absensi tenaga kerja honor tersebut. Akan tetapi dari pihak Yanti sendiri tidak ada perubahan.
“Selama itu kita evaluasi lagi, kita tempatkan mereka disini (dikantor), yang biasa jaga dipenjagaan kami tarik ke marko semua, dalam proses evaluasi,” lanjutnya
“Terhadap yang bersangkutan itu dalam 2 bulan ini ternyata tingkat kehadirannya masih rendah, kita punya data di PTI atau di Propos,” paparnya.
Dayat menilai, yang bersangkutan mungkin belum jujur kepada orang tuanya terkait kehadiran di kantor.
“Barangkali ya bepadah (bilangnya) ke kantor, waktu orang tua nya datang ke sini mencari anak nya malah tidak ada,” tambah Dayat.
Namun pihak yang bersangkutan, Yanti saat dikonfirmasi pewarta ini melalui sambungan telepon membantah dengan pernyataan Kepala Satpol PP tersebut.
Yanti membantah jika Ia disebut tidak masuk kerja ke kantor. Ketika orang tua Yanti dipanggil menghadap atasan, kebetulan Yanti tidak di kantor.
“Bukannya lambat, sudah ada konfirmasi ulun (saya<–red) kalo ulun garing (Sakit) dengan kasi. Tapi ulun kada (tidak) tahu sudah disampaikan atau belum ke PTI,” ungkap Yanti.
Ia juga kurang sependapat disebut selama masa percobaan 2 bulan tidak masuk bekerja. Karena selama itu Yanti merasa tetap masuk kerja.
“Sehari dua hari ulun kada turun (masuk<–red) sedangkan ulun ada surat dokternya, ulun kada tahu surat ulun tuh dijulung apa kada ke PTI. Ulun memvideo kenapa ulun kada turun, dan digrup itu masih ada,” Yanti merincikan.
Yanti mengaku data yang disebutkan Kepala Satpol PP adalah data sebelum Ia mendapatkan surat peringatan. Acap kali Yanti tidak masuk kerja karena kata Yanti tidak ada giat yang dikerjakan di kantor selama masa pandemi covid-19 lalu.
“Banyak padahal buhan (kawanan<–red) Satpol yang menyeleneh (ngawur<–red) dari absen. Minta absen akan ke orang, liburan kemana kada tahu, sekalinya (ternyata<–red) kadada orangnya dikantor. Dikehadiran absensi padahal masuk kerja, banyak cuman ulun bediam, yang kena imbasnya ulun,” sambung
(Red8-Irma)