REDAKSI8.COM, SAMARINDA – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur mendesak Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, untuk segera menuntaskan reklamasi dan rehabilitasi 44 ribu lubang tambang yang mengancam keselamatan warga dan kelestarian lingkungan.
Berdasarkan data terbaru Jatam, dari total 80 ribu lubang tambang yang tersebar di seluruh Indonesia, lebih dari setengahnya berada di Kaltim. Kondisi ini dinilai semakin membahayakan, baik dari segi ekosistem maupun keamanan masyarakat setempat.
“Lubang-lubang ini tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga menjadi bom waktu bagi warga. Dampaknya mulai dari hilangnya sumber air bersih, rusaknya infrastruktur, hingga meningkatnya risiko longsor dan banjir bandang,” tegas Koordinator Jatam Kaltim, Mareta Sari, dalam konferensi pers yang digelar pada Minggu (23/2/2025).
Data Jatam mencatat, pada 2018 terdapat 1.734 lubang tambang di Kaltim. Namun, jumlah itu melonjak drastis menjadi 44 ribu pada 2023 akibat maraknya aktivitas tambang ilegal dan ekspansi industri tambang yang kurang terkendali.
Tak hanya merusak lingkungan, lubang tambang yang dibiarkan terbuka juga merenggut nyawa. Sejak 2012, setidaknya 53 korban jiwa, mayoritas anak-anak, dilaporkan tenggelam di lubang tambang yang tidak memiliki pengamanan memadai.
“Anak-anak bermain di sekitar lubang tambang tanpa ada pagar atau tanda peringatan. Ini darurat! Kami tidak ingin ada lagi korban sia-sia,” ujar Mareta dengan nada geram.
Jatam Kaltim mengkritik lambannya tindakan pemerintah dalam menangani lubang tambang. Meski Gubernur Rudy Mas’ud telah menyampaikan komitmen melalui program revitalisasi berbasis pertanian, perkebunan, dan perikanan, Jatam menuntut langkah konkret segera diambil.
“Janji politik saja tidak cukup. Kami ingin ada langkah nyata, seperti penutupan lubang tambang di dekat permukiman, sekolah, dan jalan. Pemerintah bisa segera memulai identifikasi lokasi prioritas,” kata Mareta.
Selain itu, Jatam juga menyoroti rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang berpotensi memicu konflik dengan masyarakat adat.
Jika pemerintah dan perusahaan seperti PT KHN mengabaikan aspirasi warga, Jatam siap meluncurkan laporan dampak PLTA dan menggandeng jaringan advokasi nasional untuk menekan kebijakan tersebut.
Sebagai mantan anggota DPR RI, rekam jejak Rudy Mas’ud dalam isu lingkungan dinilai kurang menjanjikan.
“Di periode lalu, Pak Rudy tidak memiliki pengaruh kuat dalam revisi UU Minerba. Kini, masyarakat menunggu apakah kepemimpinannya benar-benar berpihak pada keselamatan warga atau hanya sebatas retorika,” ujar Mareta.
Masyarakat Kaltim kini berharap anggaran besar segera dialokasikan untuk memulihkan kerusakan lingkungan akibat tambang. Jika diabaikan, ancaman bencana ekologis dan korban jiwa diprediksi akan terus bertambah.

