REDAKSI8.COM – Disalah satu kios di Jalan Intan Sari Kelurahan Sungai Besar Kota Banjarbaru, harga rokok merk tertentu naik seribu rupiah per bungkus.
![](https://redaksi8.com/wp-content/uploads/2025/01/WhatsApp-Image-2025-01-27-at-17.17.24.jpeg)
Saat ditemui Redaksi8.com di kios milik MA, harga rokok per bungkus merk AMS naik seribu rupiah. Begitu pula dengan merk produk lain seperti M, S dan RB juga terseret naik sebesar seribu rupiah.
“Ia om harga rokok di pasaran mulai naik juga, jadi terpaksa saya naikan,” ungkapnya kepada wartawan, Senin (3/1/2022).
MA berpendapat harga rokok kemungkinan akan perlahan-lahan naik.
“Di kios lain juga naik tapi ada yang menaikan 800 rupiah ada juga yang sama di sini seribu rupiah,” beber MA.
Seperti yang sempat dinyatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Cukai Hasil Tembakau (CHT) per tanggal 1 januari 2022 resmi dinaikan menjadi 12 persen.
Tentu saja kenaikan cukai rokok akan berdampak pada Harga Jual Aceran (HJE) terendah rokok rata-rata yang pasti terseret naik.
Kebijakan CHT kata Menkue bertujuan untuk mengendalikan tingkat konsumsi rokok di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja.
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun minimal menjadi 8,7 persen di tahun 2024.
“Kita mencoba menurunkan kembali prevalensi berdasarkan RPJMN untuk mencapai 8,7 turun dari 9,1 persen dari 2018,” sebut Menkeu secara daring dalam Press Statement Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022, Senin (13/12/2021).
Adapun kenaikan tarif CHT turut mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Hal ini diundangkan dalam UU APBN 2022 sebesar Rp193 triliun.
![Isra. mi'raj 2025](https://redaksi8.com/wp-content/uploads/2025/01/IMG-20250126-WA0002.jpg)
Selain itu, kebijakan CHT juga penting sebagai mitigasi atas dampak kebijakan yang berpotensi mendorong rokok ilegal.
“Semakin tinggi harga, semakin besar potensi terjadinya produksi rokok ilegal,” ujarnya.
“Hari ini Bapak Presiden telah menyetujui dan sesudah dilakukan rapat koordinasi di bawah Bapak Menko Perekonomian, kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12 persen. Tapi untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT), Presiden meminta kenaikan 5 persen, jadi kita menetapkan 4,5 persen maksimum,” sambungnya.
Dalam paparannya, Menkeu menjelaskan pengenaan cukai ditujukan sebagai upaya pengendalian konsumsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cukai. Kebijakan cukai juga mempertimbangkan dampak terhadap petani tembakau, pekerja, serta industri hasil tembakau secara keseluruhan.
“Kenaikan itu pun bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok,” jelasnya Menkeu.
Menkeu menyebut rokok menjadi pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras. Dilihat dari total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di pedesaan.
Angka tersebut lebih rendah dari konsumsi beras dan bahkan lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk protein, seperti daging, telur, tempe, serta ikan.
“Sehingga rokok menjadikan masyarakat miskin. Harga sebungkus memang dibuat semakin tidak terjangkau bagi masyarakat miskin,” ujar Menkeu.
Dari sisi kesehatan, rokok memicu risiko stunting pada anak dan bisa memperparah dampak kesehatan akibat Covid-19 atau 14 kali berisiko terkena Covid-19 dibandingkan dengan bukan perokok. Di samping menimbulkan kerugian jangka panjang bagi perekonomian, rokok juga berdampak langsung pada kenaikan biaya kesehatan.
“Ini membebani karena sebagian pasien Covid-19 ditanggung negara,” kata Menkeu.