RDPU yang dipimpin langsung Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menjadi sorotan lantaran menghadirkan sederet tokoh strategis, termasuk Dirjen ATR/BPN Asnaedi, Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela, serta dua bupati dari wilayah terdampak aktivitas korporasi, Ardito Wijaya dari Lampung Tengah dan Qudrotul Ikhwan dari Tulang Bawang.
Dalam forum tersebut, perwakilan aliansi LSM membeberkan dugaan pelanggaran serius oleh Sugar Group Companies (SGC), khususnya anak perusahaannya PT Sweet Indo Lampung (SIL), yang dituding menguasai lahan jauh melebihi Hak Guna Usaha (HGU) resmi.
“HGU PT SIL hanya 11.000 hektare, tapi realitanya mereka menguasai hingga 43.000 hektare. Ini bukan sekadar penyimpangan, tapi kejahatan agraria,” tegas Saprianyah, juru bicara aliansi.
Lebih dari sekadar penguasaan lahan, aliansi juga mengungkap dugaan pengemplangan pajak dan eksploitasi air tanpa izin. Bukti-bukti pelanggaran ini, kata mereka, sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung, DPR RI, dan Pemerintah Provinsi Lampung.
Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela secara terbuka mengakui mandeknya koordinasi lintas instansi soal penyelesaian kasus ini. Yang lebih mengagetkan, kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari SGC pada Mei 2025 tercatat hanya sebesar Rp4 juta.
“Perusahaan sebesar itu, tapi kontribusi PAD-nya hanya Rp4 juta? Ini jelas tidak masuk akal,” ujar Jihan, heran.
Nada kecewa juga datang dari Bupati Tulang Bawang Qudrotul Ikhwan. Ia mengaku tidak pernah mendapat data resmi tentang kontribusi pajak maupun luas lahan yang dikuasai SGC di daerahnya.
“Waktu kami minta CSR untuk Iduladha, yang dikasih cuma kambing kacang. Sangat tidak sebanding,” ucapnya menyindir tajam.
Menanggapi semua aduan dan temuan tersebut, Dede Yusuf menegaskan bahwa Komisi II DPR RI akan menindaklanjuti secara serius, termasuk dengan menggelar RDPU lanjutan pada 15 Juli 2025.
“Kita tidak ingin rakyat terus dirugikan karena lemahnya pengawasan terhadap korporasi besar. Evaluasi menyeluruh dan pengukuran ulang HGU harus dilakukan,” ujar Dede.
RDPU ditutup dengan pernyataan dukungan dari Komisi II DPR RI dan Wakil Gubernur Lampung untuk segera melakukan pengukuran ulang atas seluruh lahan SGC.
Hal ini dinilai penting demi menegakkan kepastian hukum, menolak monopoli tanah, dan memperjuangkan keadilan agraria bagi masyarakat Lampung.