REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Pasca terdakwa Jumran diputus majelis hakim penjara seumur hidup, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI) menegaskan akan melakukan pantauan kelanjutan dari kasus pembunuhan berencana terhadap jurnalis Juwita di Banjarbaru.

Diberi waktu selama tujuh hari pasca putusan, pihak terdakwa Anggota Tentara Nasional India (TNI) Angkatan Laut (AL), Lanal Balikpapan, Jumran masih belum mengajukan jawaban banding atau tidak atas putusan yang diberikan oleh hakim di Pengadilan Militer (Dilmil) I-06 Banjarmasin.
Pada sidang terakhir Senin (16/6/25) lalu, dihadapan hakim ketua terdakwa mengaku masih piki-pikir atas putusan yang dilayangkan peda dirinya tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah datang ke Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk melakukan pemantauan kembali serta meminta keterangan sejumlah pihak, seperti Oditurat Militer (Otmil) III-15 Banjarmasin beserta keluarga korban Juwita.
“Dari pertemuan ada beberapa poin, pertama kami mengapresiasi putusan itu karena putusannya bukan hukuman mati. Sebab posisi Komnas HAM menolak hukuman mati, jadi putusan seumur hidup itu putusan yang cukup tinggi. Mudah-mudahan kami berharap itu bisa memberikan keadilan bagi korban,” ujarnya saat bertemu dengan keluarga korban, Kamis (19/6/25).
Meski tidak bisa menggantikan nyawa korban, namun Anis berharap hukuman seumur hidup itu bisa memberikan keadilan bagi keluarga dan korban.
Kendati demikian, Komnas HAM sudah menyampaikan beberapa catatan kepada Otmil berkaitan dengan dugaan keterlibatan pihak lain selain Jumran dalam hal pelaksanaan eksekusi pembunuhan.
Bahkan, dalam rekomendasi yang telah disampaikan jauh-jauh hari sebelumnya juga telah meminta Otmil untuk menyelidiki lebih dalam terkait dugaan kekerasan seksual pada kasus ini yang masih belum terungkap.
“Terkait rekomendasi kami sebelumnya dimana ada dugaan keterlibatan pihak lain selain pelaku yang sudah divonis, dan juga ada dugaan kasus kekerasan seksual dalam kasus ini yang juga belum diungkap,” sebutnya.
Lebih lanjut, Komnas HAM juga berdiskusi kepada Otmil terkait substansi kasus terutama tentang bagaimana pengungkapan kasus ini yang sebenarnya diharapkan dapat menggunakan pendekatan Scientific Crime Investigation (SCI) atau berdasarkan bukti-bukti ilmiah.
“Bagaimana menggali seluruh fakta-fakta dan bukti-bukti yang dimungkinkan untuk memastikan bahwa penyelidikan ini bisa menghasilkan satu fakta yang konferhensif terutama yang juga menyangkut bukti-bukti di handphone dan sebagainya,” jelasnya.
Setelah itu, pihaknya akan kembali menindaklanjuti dengan menyusun laporan untuk tindaklanjut pasca pemantauan rekomendasi tersebut.
Pun, rekomendasi lain dari Komnas HAM dalam kasus ini mendorong adanya restitusi atau ganti rugi kepada keluarga korban atas hilangnya nyawa korban.
“Akan tetapi ternyata didalam putusan tidak ada, nanti kami akan koordinasikan dengan pihak-pihak terkait, karena putusan restitusi ini di putusan pengadilan pertama jadi ini yang menjadi concern kami bagaimana hak itu yang tidak bisa dipenuhi hakim,” ucapnya.
Sementara itu, sebagai perwakilan keluarga Juwita, Susi Anggraini mengaku, sangat berterima kasih karena Komnas HAM telah sejauh ini hingga turut serta mendalami kasus.
“Karena memang dari awal kita dari pihak keluarga ingin meminta pandangan dan arahan bagaimana cara untuk kita mendalami kasus ini, seperti apakah benar ada keterlibatan orang lain dan bagaimana untuk kita melangkah ke depannya,” katanya.
Kemudian, mengenai vonis seumur hidup kepada terdakwa Jumran, dikatakannya pihak keluarga masih belum puas karena yang diinginkan adalah hukuman mati.
Sebab, menurutnya adiknya Juwita dalam hal ini korban juga seharusnya memiliki hak yang sama yakni hak hidup.
“Makanya kenapa kita ingin hukuman mati itu karena pelaku itu melakukan tindakan yang sangat berencana hingga pemerkosaan yang tidak layak,” jelasnya.
“Bukan kita ingin melakukan pembalasan, tapi perbuatan dia terhadap adik kita sudah sangat keji apalagi Jumran adalah aparat penegak hukum,” tandasnya.