REDAKSI8.COM, BANJAR – Sebuah langkah berani menuju pemerintahan desa yang bersih dan transparan tengah ditempuh Desa Awang Bangkal Barat, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar. Desa ini segera ditetapkan sebagai Desa Anti Maladministrasi pertama di Kalimantan Selatan, dalam pencanangan resmi yang dijadwalkan pada Kamis 31 Juli 2025.
Momentum ini dipersiapkan serius oleh Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Selatan bersama Pemerintah Kabupaten Banjar dan Pemprov Kalsel, yang pada Selasa (22/7/2025) pagi menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) pemantapan di kantor desa setempat.
“Prosesnya panjang, tidak sekadar simbolis. Ada 48 instrumen penilaian yang harus dilalui, dari sosialisasi, nominasi, hingga verifikasi lapangan secara ketat,” ungkap Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalsel, Hadi Rahman.
Menurut Hadi, penetapan ini bukan hanya seremonial. Ini adalah awal dari transformasi nyata dalam sistem pelayanan publik di tingkat desa — menjadikannya transparan, akuntabel, dan bebas dari pungutan liar serta penyimpangan.
Desa Awang Bangkal Barat menjadi yang kedua di Kabupaten Banjar setelah Desa Indrasari, Martapura, yang lebih dulu menjalani proses serupa. Namun, Ombudsman RI menargetkan 20 desa lainnya di wilayah ini untuk menyusul, menjadikan Kabupaten Banjar sebagai lokomotif gerakan anti maladministrasi tingkat desa di Kalimantan Selatan.
“Kami ingin desa-desa ini menjadi contoh. Bukan hanya dari sisi dokumen, tapi juga dari pengalaman langsung warga terhadap pelayanan publik yang benar-benar berubah,” tegas Hadi.
Kepala Desa Awang Bangkal Barat, Pajrul Ripani, menyambut kepercayaan ini dengan semangat tinggi. Ia menyebut pencanangan tersebut sejalan dengan visi desanya: membangun tata kelola yang pro-rakyat dan bebas pungli.
“Kami ingin membuktikan bahwa pelayanan yang baik tidak harus mahal. Transparansi dan partisipasi warga adalah kunci,” ujarnya.
Pajrul juga menyebut salah satu kekuatan desanya adalah potensi ekonomi lokal dari objek wisata Kampung Putra Bulu, yang telah menyumbang signifikan terhadap Pendapatan Asli Desa (PADes). Dana ini, menurutnya, digunakan sepenuhnya untuk mendukung program pelayanan dan pembangunan yang inklusif.
“Ketika PADes kuat, desa bisa mandiri. Dan ketika desa mandiri, integritas dalam pelayanan publik lebih mudah dijaga,” jelasnya.
