REDAKSI8.COM – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FPK ULM, Muhammad Ihman mengaku, belum sepakat dengan kebijakan kampus mengenai ruang student center yang difungsikan untuk menampung seluruh Hima dan UKM.
Karena menurutnya, selain ruangannya kecil, sebanyak 39 anggotanya tidak akan muat untuk sekali rapat. Apalagi tambahnya, Ihman dan anggotanya kerap menggelar event bertaraf regional bahkan nasional, seperti rakor Himapikani se-Indonesia.
“Apalagi nanti ada anggota baru kita. Yang ini aja kecil,” ketusnya.
Ihman bercerita, saat keluarnya kebijakan untuk merehab ruangan BEM, Ihman dan kawan-kawan sempat dikungsikan di ruang kuliah. Dimana lokasinya bersebrangan dengan ruang BEM.
Ihman pikir, ruangan tersebut di patenkan sebagai ruangan kegiatan organisasinya. Namun pihak kampus meminta, jika rehab sudah selesai maka Ihman dan kawan segera menempati ruangan yang sudah direhab tadi, tapi lebih kecil dari sebelumnya.
“Mau gimana lagi, pihak kampus kekurangan ruang kuliah, jadi kita pindah lagi ke tempat semula,” keluh Ihman.
Ruangan yang diberikan kepada pihaknya papar Ihman, sebanyak 2 buah. Pertama seluas 4 x 3 meter dan 2 x 3 meter. sebelum direhab luas bangunan tersebut sekitar 10 x 4 meter.
“Untuk Fosi Annur satu buah ukuran 3×2 meter, untuk Mapala 1 buah ukuran 4×3 meter dan Hima PSP 1 buah ukuran 2×3 meter dan ada juga ruang band satu buah,” papar Ihman.
Ironisnya Ihman membeberkan, tidak hanya ruangan kegiatan organisasi mahasiswa yang dipersempit, tapi aktivitasnya juga di kerucutkan. Sebab, setiap hari sabtu dan minggu bukannya libur atau beraktivitas sosial, mahasiswa malah diminta tetap melaksanakan praktikum beberapa mata kuliah.
“Senin sampai jumat itu sudah full kegiatan akademik. Ditambah hari sabtu minggu kadang praktikum, lalu para organisasi mahasiswa seperti kami kapan bisa berkegiatan,” cetus Ihman.
Ihman berharap, kondisi seperti ini bisa diberikan kebijakan. Selain ruang kegiatan, jadwal akademik juga bisa disesuaikan untuk menyeimbangkan ruang gerak mahasiswa yang sebenar benarnya seorang mahasiswa.
Ditempat terpisah, Sayyid Maulana Ahmad Aktivis kampus angkatan 2011 menanggapi permasalahan tersebut, menurutnya hal yang sama juga terjadi di beberapa kampus di Kalimantan Selatan, khususnya kampus kampus yang memiliki kekuatan besar dengan jumlah mahasiswa ribuan hingga jutaan.
Upaya pengkerdilan gerakan kreatifitas mahasiswa sedang dan sudah dilakukan oleh beberapa kampus, khususnya seperti kampus ULM dan UIN Antasari Banjarmasin.
Mulai dari pembatasan kegiatan mahasiswa dengan memperpadat jadwal perkuliahan hingga pembatasan jam malam agar mahasiswa tidak memiliki waktu mengkritik kebijakan kampus dan enggan peduli dengan masalah sosial yang terjadi di sekitarnya.
“Belum lagi mahasiswa diancam dengan DO apabila melawan kebijakan kampus, ini sangat ironis,” katanya yang juga masih menjabat sebagai pengurus Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Kalsel-Teng.
Masih menurutnya, kampus dikenal bukan karena dosen yang memiliki title atau gelar yang panjang, melainkan gerakan dan kegiatan mahasiswa yang mampu memberikan edukasi kepada masyarakat dan masukan kepada pemerintah melalui kritikan.
“Namun, apa yang terjadi, pengekangan kampus sendiri yang membuat kualitas mahasiswa menurun, hingga berdampak pada ketidak siapan mereka saat menghadapi dunia nyata dengan beban gelar sarjanawan,” terangnya.
Memasuki revolusi 4.0, hendaknya ini menjadi tantangan bagi kampus, untuk bagaimana mengembangkan kreatifitas mahasiswa lewat suport mempasilitasi organisasi yang ada, sebab jurusan pun sendiri sudah tidak menjamin mahasiswa untuk bekerja sesuai bidangnya. bukan malah membatasi atau mengekang mahasiswa berkreatifitas.
“Apakah dengan kebijakan pembatasan dan pengkerdilan organisasi mahasiswa di kampus akan menjamin kualitas mahasiswa saat ia memasuki dunia kerja, ini mesti direnungkan oleh mereka,” tandasnya.