REDAKSI8.COM, BANJARBARU – Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Banjar turut berpartisipasi dalam Pertemuan Evaluasi Akhir Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) yang digelar Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan di Hotel Qin Banjarbaru, Senin (27/10/2025).
Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi pemerintah daerah untuk meninjau kembali peta ketahanan dan kerentanan pangan di Kalimantan Selatan, sekaligus menyusun langkah strategis dalam menekan potensi rawan pangan di tingkat desa.
Fungsional Analis Ketahanan Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kalsel, Mahliansyah, selaku narasumber, menyampaikan bahwa berdasarkan Peta FSVA Nasional Tahun 2025, Kalimantan Selatan tergolong daerah tahan pangan dan menempati peringkat pertama nasional dalam ketahanan pangan.
“Namun, di balik capaian tersebut, masih ada sejumlah desa dan kelurahan yang tergolong rentan atau rawan pangan. Kondisi ini dipengaruhi berbagai faktor seperti ketidakcukupan konsumsi pangan, tingginya prevalensi balita stunting, tingkat kemiskinan, serta keterbatasan akses terhadap air bersih,” jelas Mahliansyah.
Ia mencontohkan, di Kabupaten Banjar masih terdapat desa di bantaran Sungai Martapura yang menggantungkan aktivitas sehari-hari pada air sungai. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan berpengaruh pada ketahanan pangan masyarakat.
Sementara itu, Kepala DKPP Kabupaten Banjar, Sipliansyah Hartani, melalui Kepala Bidang Ketersediaan dan Distribusi Pangan, Muhammad Hamdani, mengungkapkan bahwa hasil penyusunan FSVA Tahun 2024 menunjukkan masih terdapat 19 desa rawan pangan di Kabupaten Banjar.
“Oleh sebab itu, pada tahun 2025, melalui Tim FSVA dan dukungan seluruh SKPD, kami berkomitmen memperkuat sinergi lintas sektor untuk menanggulangi daerah-daerah penyebab kerentanan pangan. Langkah ini dilakukan dengan program dan kegiatan spesifik yang berbasis pada hasil pemetaan FSVA,” tegas Hamdani.
Ia menambahkan, luasnya wilayah Kabupaten Banjar, mulai dari daerah pegunungan di Paramasan hingga wilayah pesisir Aluh-Aluh—menjadi tantangan tersendiri. Kedua kawasan ini memiliki karakteristik berbeda namun sama-sama masih menghadapi kerentanan pangan.
“Paramasan dengan kondisi geografis pegunungannya masih menyimpan daerah rentan pangan, sementara wilayah pesisir Aluh-Aluh memiliki keterbatasan akses air bersih serta transportasi antardesa yang masih mengandalkan jalur air. Semua ini memerlukan pendekatan kebijakan dan program yang tepat sasaran,” jelasnya.
Pertemuan evaluasi FSVA ini diharapkan mampu memperkuat koordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam menciptakan ketahanan pangan yang merata, sekaligus memastikan tidak ada desa yang tertinggal dalam akses pangan dan gizi di Kalimantan Selatan.


 
			



