REDAKSI8.COM, ASAHAN – Dunia pendidikan kembali diguncang persoalan serius. Aliran listrik di UPTD SDN 010097 Selawan, Kecamatan Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, sempat diputus oleh pihak PLN Rayon Kisaran pada Kamis (31/7/2025) karena tagihan yang tak kunjung dibayar. Kejadian ini pun mengundang sorotan tajam dari aktivis antikorupsi.
Hermansyah, salah satu aktivis yang dikenal kritis di wilayah Asahan, menilai peristiwa ini sebagai cerminan buruknya tata kelola keuangan sekolah, khususnya dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Patut dicurigai pengelolaan Dana BOS-nya. Masak sekolah negeri bisa sampai diputus listriknya? Itu tanda kepseknya tidak mampu mengelola anggaran,” tegas Hermansyah kepada Redaksi8.
Pihak PLN Rayon Kisaran membenarkan bahwa pemutusan dilakukan karena adanya tunggakan pembayaran yang sudah berulang kali diingatkan. Hal ini disampaikan langsung oleh Manager PLN Rayon Kisaran, Fadly Umawi.
“Kayaknya belum dibayar tagihannya, bang. Kalau sudah lewat tanggal 20 dan belum dilunasi, ya kami segel. Tapi ini juga sudah beberapa kali kami beri peringatan,” jelas Fadly melalui pesan WhatsApp.
Namun, Kepala UPTD SDN 010097 Selawan, Siti Amnah, memberikan penjelasan berbeda. Menurutnya, aliran listrik di sekolah bukan diputus, melainkan hanya disegel karena keterlambatan pembayaran.
“Bukan diputus, Pak. Cuma telat bayar. Hari ini sudah saya lunasi, dan segel meterannya juga sudah dibuka oleh petugas PLN,” tulisnya lewat pesan WhatsApp, sambil mengirimkan foto segel yang telah dilepas.
Tak lama setelah itu, Siti Amnah menghubungi langsung awak media dan mengakui bahwa dirinya memang baru akan membayar tagihan listrik pada hari yang sama. Namun karena ada agenda dinas, pembayaran menjadi terlambat.
“Saya memang sudah niat bayar hari ini, tapi ada acara dinas. Jadi agak terlambat. Tapi sekarang sudah saya bayar dan listrik sudah kembali normal,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Siti Amnah juga mengeluhkan belum cairnya Dana BOS, yang membuat pihak sekolah terpaksa menalangi sejumlah keperluan, termasuk pembayaran listrik.
“Dana BOS belum turun, Pak. Sementara kebutuhan sekolah banyak. Jadi saya harus mendahulukan pembayaran pakai dana pribadi,” katanya dengan nada berat.
Meski demikian, sejumlah pihak mempertanyakan kesiapan manajemen sekolah dalam mengantisipasi situasi keuangan. Apalagi listrik merupakan kebutuhan vital dalam kegiatan belajar-mengajar. Keterlambatan ini bukan sekadar soal administrasi, tapi mencerminkan lemahnya tata kelola dan koordinasi internal.
Aktivis Hermansyah menegaskan, kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius Dinas Pendidikan Asahan. Ia mendesak dilakukan audit terhadap penggunaan dana BOS di sekolah tersebut untuk memastikan tidak ada penyelewengan.
“Kalau memang Dana BOS belum cair, harusnya ada skema cadangan. Jangan sampai urusan dasar seperti listrik malah jadi korban. Ini menyangkut kenyamanan dan masa depan anak-anak,” tutup Hermansyah.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Asahan terkait insiden ini.
