REDAKSI8.COM, JAKARTA – Pasca terungkapnya kasus dugaan korupsi yang menyeret oknum pimpinan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sontak gerak cepat melakukan pendampingan intensif serta mendorong reformasi total dalam sistem pengadaan barang dan jasa (PBJ) di lingkungan Pemprov.

Dilansir dari kpk.go.id, Melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah III, langkah itu ditandai dengan pelaksanaan Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi Sektor PBJ serta Penandatanganan Rencana Aksi Perbaikan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/6).
Di pertemuan tersebut, KPK menekankan pentingnya membenahi celah sistemik yang selama ini menjadi ladang subur praktik korupsi.
“Korupsi di sektor pengadaan ini seperti fenomena gunung es. Yang terlihat di permukaan hanya sebagian kecil. Di baliknya, masalahnya jauh lebih kompleks dan terus berulang,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Tanak memaparkan sejumlah modus korupsi yang lazim ditemukan, mulai dari pengaturan tender, tender fiktif, suap, gratifikasi, mark-up anggaran, hingga penggunaan perusahaan pinjaman alias “bendera”.
Lalu, Direktur Korsup Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti, mengungkapkan, hasil evaluasi menunjukkan masih tingginya risiko korupsi pada sektor PBJ Pemprov Kalsel. Tiga persoalan utama yang menjadi sorotan, yakni:
- Kultur persekongkolan dan praktik gratifikasi yang masih mengakar karena lemahnya komitmen pimpinan.
- Celah regulasi dalam sistem e-purchasing yang membuka peluang penyimpangan.
- Lemahnya pengawasan internal, terutama oleh APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah).
Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024, Pemprov Kalsel hanya meraih skor 64,15 poin—turun drastis 8,39 poin dibanding tahun sebelumnya.
Indeks integritas internal pada sektor PBJ bahkan lebih rendah lagi, hanya di angka 59,11 poin.
“Responden mengaku masih sering menjumpai pengadaan yang tidak memberi manfaat dan kualitas barang yang diadakan buruk. Tapi ini lebih banyak terjadi sebelum era kepemimpinan sekarang,” jelas Ely.
Sebagai respons atas temuan itu, KPK bersama LKPP, BPKP dan Kemendagri telah menyusun 15 rekomendasi dan 19 rencana aksi perbaikan.
Di antara langkah yang segera diimplementasikan:
- Penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) di Inspektorat dan Dinas PUPR sebagai proyek percontohan
- Peningkatan kapasitas ASN dan penguatan integritas dalam pengadaan
- Pemanfaatan e-Katalog versi 6 untuk mendorong transparansi
- Optimalisasi fitur e-Audit untuk deteksi dini penyimpangan.
Rangkaian langkah ini diharapkan dapat memperkuat sistem sekaligus membangun budaya pengadaan yang bersih dan profesional.
Semtara itu, Gubernur Kalimantan Selatan, H. Muhidin, menyambut baik inisiatif KPK sebagai momentum membangun sistem yang transparan dan akuntabel.
“Supervisi dari KPK bukan hanya soal administratif, tapi juga koreksi sistemik. PBJ harus mencerminkan wajah integritas pemerintahan yang bersih dan terpercaya,” tegasnya.
Ia menambahkan, seluruh ASN dan kepala perangkat daerah akan didorong membangun budaya antikorupsi melalui digitalisasi dan penguatan pengawasan internal.
Rapat koordinasi tersebut turut dihadiri berbagai pihak, antara lain Inspektur IV Itjen Kemendagri Muhammad Valiandra, Ketua DPRD Kalsel Supian, serta perwakilan dari LKPP, BPKP, dan jajaran Pemprov Kalsel.
Hadir pula para kepala dinas, kepala badan, kepala biro, hingga unsur pimpinan DPRD dan ketua fraksi.
Dengan komitmen kolektif ini, KPK berharap reformasi sektor PBJ di Kalsel bisa menjadi contoh perbaikan tata kelola yang nyata dan berkelanjutan