Menurut Najarudin, sekolah negeri umumnya mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah, baik dalam hal anggaran, fasilitas, maupun tenaga pendidik. Sementara itu, banyak sekolah swasta, terutama yang berbasis keagamaan dan berada di daerah terpencil, masih mengalami keterbatasan dalam pendanaan serta akses terhadap sarana pendidikan yang memadai.
“Saat ini, kita masih melihat perbedaan mencolok dalam hal fasilitas, kualitas tenaga pengajar, dan akses teknologi antara sekolah negeri dan swasta. Hal ini tentu berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa,” ujar Najarudin Umar dalam pernyataannya.
Ia menambahkan bahwa sekolah-sekolah swasta, khususnya yang berbasis keagamaan seperti madrasah dan pesantren, sering kali mengandalkan dana dari masyarakat dan donatur. Hal ini membuat mereka lebih rentan menghadapi kesulitan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama dalam era digital yang menuntut sarana teknologi yang lebih canggih.
Sebagai solusi, Menteri Agama mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan sekolah-sekolah swasta, terutama dalam hal pemberian bantuan dana operasional, peningkatan kualitas guru, serta penyediaan infrastruktur yang lebih baik.
“Pendidikan adalah hak semua anak bangsa. Tidak seharusnya ada kesenjangan yang terlalu besar antara sekolah negeri dan swasta. Pemerintah harus hadir untuk memastikan semua siswa mendapatkan kesempatan belajar yang sama baiknya,” tegasnya.
Pernyataan ini mendapat respons positif dari berbagai kalangan, termasuk para pendidik dan pengamat pendidikan. Mereka berharap kebijakan yang lebih inklusif segera diterapkan untuk mengatasi ketimpangan yang ada dan memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan akses pendidikan berkualitas tanpa memandang status sekolahnya.



