REDAKSI8.COM, MARTAPURA – Puluhan warga yang tergabung dalam kelompok Pengolah Ikan Sepat Mina Barakat di Desa Sungai Batang, Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar berkumpul mengikuti pelatihan memperbaiki kualitas Ikan Sepat Rawa Kering menggunakan pengemasan vacuum.
Terhitung, ada 30 peserta yang hadir pada pelatihan oleh Tim Program Dosen Wajib Mengabdi (PDWA) dari Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK), Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Didominasi oleh kalangan ibu rumah tangga, pelatihan tersebut ujar Ketua tim PDWA Agustiana, dalam rangka memberikan pelatihan dan pengetahuan mengenai, sanitasi dan higienisasi dalam pengolahan ikan, baik dari pengemasan hingga ke penyimpanan bahan baku serta produknya.
“Solusi yang ditawarkan yaitu pelatihan, pembinaan dan pendampingan. Supaya semua permasalahan dapat diatasi selama kegiatan PKM (Pengabdian Kepada Masyarakat<-red), salah satunya dengan memperkenalkan kemasan ikan sepat menggunakan kemasan vacuum,” paparnya.
Mengusung judul Perbaikan Kualitas Ikan Sepat Rawa Kering Dengan Pengemasan Vacuum Di desa Sungai Batang Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, PKM itu dilaksanakan sejak bulam Mei lalu hingga Bulan November akan datang.
Agus (panggilan akrabnya<-red) menjelaskan, sejumlah ibu-ibu dari kelompok pengolah Mina Barakat Desa Sungai Batang sudah lama menjalankan usaha pengolahan ikan sepat kering.
Namun, produksi dan pemasarannya tidak begitu optimal.
Kenapa demikian? Hal itu disebabkan lantaran kemasan ikan sepat kering yang dijual kurang menarik.
Pun, pemasarannya hanya memenuhi kebutuhan disekitar wilayah desa setempat(Sungai Batang<-red), daerah Banjarbaru, Martapura sampai Banjarmasin saja.
“Hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh mereka, karena tidak adanya sentuhan teknologi dalam mengolah makanan berbasis ikan sepat,” ungkapnya.
Dari masalah tersebut, pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah masalah yang dihadapi peserta pelatihan selama mengembangkan usaha pengolahan ikan sepat, diantaranya :
Peserta belum menerapkan secara intensif tentang pentingnya aspek sanitasi dan higienis dalam setiap produk olahan khususnya produk perikanan.
Kemudian, peserta belum mampu melakukan pengemasan dalam sistem kemasan vakum.
“Selain itu, mereka juga tidak memperhatikan mengenai penyimpanan produk yang baik dan benar,” beber Agus.
Selanjutnya, tidak adanya ruangan khusus pengolahan melainkan menjadi satu dengan ruang dapur rumah utama.
Ditambah, kurang menariknya display tempat penjualan dimana menjadi satu dengan ruang tamu maupun teras rumah, sehingga terkesan kumuh karena dibangun seadanya.
“Cara penyusunan dan peletakan produk yang dipasarkan terkesan tidak rapi,” sambungnya.
Mereka lebih jauh kepada Redaksi8.com, tidak melakukan manajemen usaha, sehingga hanya dijadikan sampingan selama keberadaan ikan sepat melimpah pada saat musim ikan.
“Mereka beranggapan, modal besar merupakan jalan keluar, padahal bukan solusi yang membantu,” pikir Agus.
Masalah terakhir, sulitnya pemasaran produk menembus pasar modern.
Dari sejumlah persoalan yang dipaparkan Agus, pihaknya memberikan beberapa solusi, supaya memberikan dampak perubahan ke arah yang lebih baik terhadap bisnis dan penjualan ikan sepat kering warga Sungai Batang, antara lain:
1. Meningkatkan mutu dan kemasaan serta memperluas pasar.
2. Penyuluhan tentang sanitasi dan higienis selama pengolahan, perlengkapan sanitasi dan higienis yang wajib digunakan seperti penutup kepala/rambut, mulut/hidung, sarung tangan dan apron/celemek.
3. Transfer teknologi pengemasan yang cocok untuk produk kemasan ikan sepat kering, relatif murah dan ramah lingkungan serta penyiapan tempat penyimpanan.
4. Membantu membuat layout ruangan khusus pengolahan yang terpisah dari dapur rumah.
5. Membantu membuatkan display penjualan
6. Mentransfer Ipteks tentang manajemen produksi dan manajemen usaha
7. Mentransfer metode dan strategi pemasaran seperti pemasaran online.
“Kami punya target untuk usaha kelompok Pengolah Ikan Sepat Mina Barakat ini, seperti peningkatan omset usaha menjadi dua kali lipat (100%) setelah kegiatan PKM ini berakhir,” jelasnya.
“Kemudian perluasan ekspansi pasar, dari pasar sekitar lokasi mereka menjadi pasar online dan pasar tradisional di wilayah lain,” sambungnya.
Tim PDWA terdiri dari Agustiana sebagai Lektor Kepala, Irhamsyah sebagai Lektor, Setia Budhi sebagai Lektor kepala, Prof. Rusdiansyah sebagai Lektor Kepala, Panggih P.R. Saputra sebagai asisten ahli, serta didampingi dua mahasiswa FPK ULM, Norliana Safitri dan Ahmad Tarmuji.
Sementara itu, Ketua kelompok pengolah ikan sepat Mina Barakat Mahrita mengaku, usaha pengolahan ikan kering sepat merupakan usaha turun temurun di desanya.
Produksi ikan kering sepat tidak dilakukan setiap hari, kecuali pada saat musim penangkapan ikan sepat yang kala itu jumlah ikannya akan melimpah ruah.
Dari situ, jumlah produksi ikan sepat tidak stabil, dan pemasarannya hanya sekitaran wilayah Banjarbaru, Martapura dan Banjarmasin saja.
Meskipun dalam dua tahun terakhir tambahnya, pernah memasarkan produknya berdasarkan pesanan hingga ke Jakarta, itu pun terjadi pada konsdisi ikan tengah melimpah.
“Potensi ikan sepat di Desa Sungai Batang lebih dari 30 Kg/bulan,” ungkapnya.
Jumlah nelayan penangkap ikan dia menukas, lebih dari lima belas orang dalam satu desa.
“Alat yang digunakan masyarakat untuk menangkap ikan sepat yaitu berupa perangkap yang disebut bubu,” pungkasnya.