REDAKSI8.COM – Beleid Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) yang akan memungkinkan zona inti di kawasan Konservasi dapat diubah statusnya mendapat penolakan keras dari organisasi masyarakat Kelompok Konservasi (Kompak) Penyu, Pulau Laut Tanjung Slayar, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Karena bagi Ketua Kompak Penyu, Amran Nur, andai status zona inti dapat diubah menjadi zona perikanan berkelanjutan atau zona pemanfaatan serta zona lainnya, akan sangat mengecam keberlangsungan habitat dan populasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilindungi penuh.
“Bukannya zona inti ini diadakan sebagai wadah perlindungan bagi biota dan populasi sumber daya alam disana,” kata Amran Nur kepada redaksi8.com.
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tahun 2016, tindak lanjut Pasal 30 ayat (4) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulalu-Pulau Kecil, Zona inti adalah bagian dari Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dilindungi, yang ditujukan untuk perlindungan habitat dan populasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta pemanfaatannya hanya terbatas untuk penelitian.
“Kami takut jika status zona inti dapat diubah, mungkin saja nanti di wilayah itu dilakukan eksploitasi untuk kepentingan pribadi namun ‘ditopengi’ dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat. Maka habislah sumber daya alam kita yang masuk dalam perlindungan. Contohnya disini di Tanjung Seredang kami kerap melihat Penyu dan Hiu Paus serta biota laut lainnya yang masuk dalam perlindungan penuh,” ungkap Ketua Kompak Penyu, Selasa (16/3).
Ada delapan biota laut yang termasuk dalam kategori “Dilindungi Penuh” menurut Kementarian Kelautan dan Perikanan, seperti Dugong (Dugong dugong), Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus), Ikan Pari Manta (Manta sp), Ikan Pari Gergaji (Pristis sp), Kima (Hippopus sp), Lumba-Lumba (Cetacean sp), Paus (Cetacean sp), dan Penyu (Testudinata sp).
“Jika masuk dalam kategori dilindungi penuh maka biota laut itu statusnya bisa terancam punah, langka endemik bahkan bisa juga mengalami penurunan populasi secara drastis,” terangnya.
Dari data yang berhasil dihimpun Redaksi8.com, Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 69/Kepmen-KP/2020 tentang Kawasan Konservasi Perairan Angsana, Sungai Loban, Pulau Laut – Pulau Sembilan, Kepulauan Sambar Gelap dan Laut Sekitarnya di Provinsi Kalsel memutuskan, luas secara keseluruhan wilayah konservasi di 4 lokasi tersebut sebesar 179.659,89 hektar.
Secara rinci, luas area konservasi di Angsana ada 8.138,45 hektar yang meliputi zona inti seluas 185,03 hektar. lalu zona perikanan berkelanjutan seluas 7.353,49 hektar, zona pemanfaatan 439,50 hektar dan zona lainnya 160,43 hektar.
Selanjutnya wilayah Sungai Loban 10.613, 23 hektar dengan luas zona inti di dalamnya ada 383,30 hektar. Zona perikanan berkelanjutan 9.088,28 hektar, zona pemanfaatan 990,86 hektar dan zona lainnya ada seluas 150,79 hektar.
Kemudian luas area konservasi di wilayah Pulau Laut sampai Pulau Sembilan adalah 158.717,40 hektar. Zona inti di sana seluas 4.491,49 hektar, zona perikanan berkelanjutannya seluas 149.514,60 hektar dan zona lainnya 569,05 hektar.
Terakhir wilayah Kepulauan Sambar Gelap memiliki luas area konservasi sebesar 2.190,81 hektar. Mencakup zona inti 82.09 hektar dan zona pemanfaatan seluas 2.108,72 hektar.

Mengacu data-data tersebut, wilayah yang paling luas memiliki kawasan zona inti adalah Pulau Laut sampai Pulau Sembilan seluas 4.491,49 hektar, termasuk di dalam kawasan itu Kecamatan Pulau Laut Tanjung Slayar.
“Kami Kompak Penyu pemuda putra putri nelayan Kecamatan Pulau Laut Tanjung Selayar untuk Kalimantan Selatan sangat menolak adanya Beleid atau kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang memungkinkan zona inti di dalam kawasan konservasi dapat diubah statusnya. Sekali lagi kami menolak!,” tegas Amran.
KKP Akan Ubah Status Zona Inti, Kok Bisa?
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan membuat kebijakan yang memungkinkan zona inti di kawasan konservasi dapat diubah statusnya. Kebijakan ini merupakan peraturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan.
PP turunan tersebut akan meliputi perubahan status zona inti di kawasan konservasi, kriteria dan persyaratan pendirian penempatan, dan/atau pembongkaran bangunan dan instalasi di laut serta pengendalian impor komoditas pergaraman.
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Tb. Haeru Rahayu menegaskan dalam keterangan resmi pada Rabu (10/3), terkait zona inti di kawasan konservasi yang dapat diubah statusnya.
Menurut Haeru, hal ini hanya dapat dilakukan demi kepentingan masyarakat yang lebih besar atau bersifat strategis nasional dengan tetap memperhatikan keberlanjutan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
“Perubahan zona inti hanya diperbolehkan bagi kegiatan pemanfaatan yang bersifat strategis nasional dan menopang hajat hidup masyarakat yang lebih baik dengan tetap menjaga kelestarian ekosistemnya,” tegas Haeru.
Dalam perubahan zona inti nantinya dilakukan dengan cara Menteri Kelautan dan Perikanan membentuk tim peneliti terpadu yang terdiri dari KKP dan kementerian/lembaga terkait yang mengusulkan kegiatan Proyek Strategis Nasional (PSN), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perguruan Tinggi, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Masyarakat yang ada di daerah sekitar kawasan konservasi dan masyarakat sekitar kawasan konservasi.
Tim bertugas menyampaikan rekomendasi perubahan status zona inti dan/atau kategori kawasan konservasi kepada Menteri.
“Tim peneliti terpadu akan melakukan kajian dan melaksanakan konsultasi publik. Hasil rekomendasi tim peneliti terpadu menjadi dasar bagi Menteri untuk menetapkan kembali status perubahan zona inti dan/atau kategori kawasan konservasi,” jelasnya.
Haeru menggarisbawahi perubahan status zona inti dan kategori kawasan konservasi ini tidak akan mengurangi alokasi ruang untuk Kawasan Konservasi dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K), Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah (RZ KAW), Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ KSNT), atau pola ruang dalam rencana tata ruang laut/rencana tata ruang wilayah nasional.
“Sesuai dengan komitmen global di Aichi target 11/SDGs 14, KKP akan tetap menargetkan luas kawasan konservasi seluas 32,5 juta hektar pada tahun 2030,” ujarnya.
Terhadap penyusunan rancangan Permen KP tentang perubahan zona inti kawasan konservasi, Haeru menekankan pihaknya dengan tangan terbuka, siap berdiskusi untuk mendapatkan pemahaman yang sama, sehingga memudahkan implementasinya.



