REDAKSI8.COM – Hari Autis dan Down Syndrome Internasional, diperingati dengan cara yang berbeda oleh Forum Komunikasi Pendidikan Inklusif (FKPI) Kota Banjarbaru.
Bertempat di Aula BPKBP PNFI Provinsi Kalsel, FKPI Kota Banjarbaru mempersembahkan ‘Parade Dongeng Anak Negeri’ dengan mengusung tema ‘Dongeng Kami untuk Mereka, Kita Maju dan Berkarya Bersama-sama”.
Peringatan Hari Autis dan Down Syndrome Internasional ini, diramaikan dengan pertunjukan dongeng bertemakan hewan oleh beberapa anak difabel.
Para pendongeng ini berasal dari tingkatan sekolah yang berbeda, dari SD sampai SMA. Untuk tokoh bebek dan monyet diperankan siswa SDN 1 Landasan Ulin Barat, sementara tokoh harimau diperankan siswa dari SDN 2 Kemuning. Mereka diiringi alunan musik yang dimainkan sejumlah siswa dari SMAN 4 Banjarbaru.
Wakil Walikota Banjarbaru H Darmawan Jaya Setiawan yang hadir dalam acara ini menyampaikan, sistem pendidikan inklusif memberikan kesempatan belajar kepada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sama dengan anak-anak pada umumnya, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari.
“Pendidikan inklusif adalah sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan, dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dunia pendidikan,” kata Darmawan Jaya.
Darmawan Jaya menambahkan, sekolah inklusif adalah sistem pendidikan formal yang dipersiapkan untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan pada semua anak, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
“Saya sangat setuju, mereka disebut anak-anak yang spesial, anak-anak berbakat, maupun anak-anak istimewa. Kita lihat apa yang ada di dalam dirinya dan lihat potensinya, itulah yang semestinya. Kita jangan terpaku pada fisiknya, entah siapapun itu, tapi kita lihat kontribusinya kepada dirinya, orang-orang terdekatnya dan juga masyarakat,” ungkap Darmawan Jaya.
Terpisah, Ketua FKPI Kota Banjarbaru Ummi Saroh mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan untuk memberikan apresiasi kepada 20 sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di lima kecamatan di Banjarbaru, dari jenjang SD, SMP hingga SMA/SMK sederajat.
“Potensi-potensi anak-anak didik kita yang berada di sekolah inklusif di Banjarbaru, seperti mendongeng dan musikalisasi puisi ditampilkan dikegiatan ini,” terang Ummi Saroh.
Dari kegiatan ini, Ummi menyampaikan bahwa sekolah inklusif itu harus merata, karena sekolah inklusif pada prinsipnya adalah mendekatkan anak dengan sekolah.
“Jadi, jika nanti ada penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus, maka sistem zonasi adalah paling tepat bagi mereka. Jadi mereka tidak harus jauh-jauh dari sekolahnya. Kalau per kecamatan semuanya memberikan kontribusi dan menerima anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat bersekolah yang dekat dengan rumah. Memang seperti itu yang diharapkan dari pendidikan inklusif,” pungkasnya.