REDAKSI8.COM – Sejak tahun 2017, Pemerintah Kota Banjarbaru telah mendeklarasikan Kota Banjarbaru sebagai kota inklusi. Langkah awalnya yaitu dengan menyiapkan sekolah-sekolah inklusi dengan segala pendukungnya secara bertahap.
Perhatian pemerintah lebih menitikberatkan kepada peningkatan SDM pendidik dan komitmen lembaga
pendidikan, untuk melayani siswa dengan kebutuhan khusus di sekolah-sekolah reguler serta bekerjasama dengan professional untuk mendukung layanan pendidikan inklusif yang lebih baik.
Perhatian Pemerintah Kota Banjarbaru kepada anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak hanya pada program-program formal saja, tetapi juga melakukan inovasi pada tataran kegiatan kemasyarakatan yang melibatkan dunia usaha industri dan hiburan.
Hal tersebut diperlihatkan dengan diselenggarakannya seminar-seminar awam oleh pelaku industri pada momentum peringatan hari autis, down syndrome. Bahkan Wali Kota Banjarbaru H Nadjmi Adhani mengajak para Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan pendidik untuk meningkatkan pengetahuan dan kepeduliannya dengan menonton bersama film “Dancing In The Rain” beberapa waktu lalu.
Masyarakat Kota Banjarbaru tentu berharap pemerintahnya akan terus melakukan usaha yang optimal
untuk melaksanakan apa yang telah diamanatkan oleh SDGs, yaitu melaksanakan pembangunan yang
berlandaskan prinsip “No One Left Behind” atau tidak ada lagi yang terbelakang.
Penerapan SDGs di Banjarbaru memerlukan partisipasi dari stakeholders terkait, dan dalam hal ini ada empat platform, yaitu pemerintah dan DPR, para akademisi dan tenaga ahli, filantropi dan pengusaha, serta organisasi
masyarakat sipil dan media. Peran keempat platform adalah untuk membangun dan menjamin dalam pencapaian indikator SDGs yang belum tercapai.
Di bidang pendidikan, Pemerintah Kota Banjarbaru diharapkan dapat merencanakan anggaran yang maksimal untuk mendukung pendidikan inklusif, menyiapkan guru pembimbing khusus yang berkualitas dan diperhatikan kesejahteraannya, sehingga dapat berkolaborasi dengan seluruh unsur pendidik untuk memberikan layanan optimal bagi siswa berkebutuhan khusus.
Selain itu, Pemerintah Kota Banjarbaru juga menyiapkan sarana dan prasarana yang mendukung untuk aksessibilitas bagi mereka, serta menyiapkan peraturan pendidikan terkait penerimaan siswa baru dan pelaksanaan ujian nasional yang secara teknis mengakomodasi kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.
Bagi Pemerintah Kota Banjarbaru hal tersebut merupakan tantangan yang secara positif akan dapat
dilaksanakan, mengingat kota ini memiliki luasan yang hanya setengah Kota Jakarta dengan penduduk
yang heterogen dan berkualitas.
Masyarakat Banjarbaru dikenali sebagai masyarakat yang melek teknologi, sehingga mendapatkan arus informasi yang cukup dalam memahami bentuk dukungan yang harus mereka berikan kepada pemerintah untuk keberhasilan kota inklusif.
Pemerintah Kota Banjarbaru dalam usahanya menjadi ‘kota welas asih’ memiliki kondisi ideal di mana kehidupan masyarakat kota tidak secara radikal ditentukan oleh kepemilikan kapital (uang), atau ditentukan oleh superioritas ethnis/golongan/agama atau SARA.
Kota Banjarbaru diharapkan dapat menjadi kota yang memanusiakan manusia, selalu memicu warganya untuk berlaku baik terhadap sesama. Pun, pemerintahannya dibangun atas kaidah-kaidah demokratis yang sebenarnya seperti penghargaan terhadap HAM, anak dan perempuan, difabel, transparansi, kekuatan di bidang teknologi
yang ramah manusia, ekologi.
Kehadiran pemerintah tidak justru menjadi bagian dari persoalan. Sesuai dengan visi misinya sebagai “kota pelayanan yang berkarakter” dan mengemban status sebagai kota inklusif, Pemerintah Kota Banjarbaru diharapkan memiliki regulasi yang dapat memaksakan kebaikan, melindungi masyarakat rentan dari persaingan dan struktur ekonomi yang timpang, turut serta melibatkan masyarakat tertinggal dalam perencanaan pembangunan agar seluruh aspek layanan kota ini dapat dinikmati oleh seluruh unsur masyarakat tanpa terkecuali, karena “No One Left Behind”.