Dalam amanatnya, Hanif menegaskan Karhutla bukan sekadar masalah asap, tetapi ancaman multidimensi yang merusak lingkungan, mengganggu kesehatan, dan melumpuhkan ekonomi.
“Penanganannya harus luar biasa, terpadu, dan berkelanjutan,” tegas Hanif.
Ia meminta semua pihak meningkatkan deteksi dini, respon cepat, patroli rutin di wilayah rawan, serta mengaktifkan posko lapangan. Pemantauan titik panas, kata Hanif, wajib dilakukan berkala untuk mencegah api membesar. Selain itu, ia menekankan pentingnya edukasi masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar.
“Hukum harus ditegakkan tegas terhadap pelaku Karhutla, baik individu maupun korporasi, agar menimbulkan efek jera,” ujarnya.
Gubernur Kalsel H. Muhidin dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, provinsinya telah menetapkan status Siaga Darurat Karhutla sejak 4 Agustus 2025. Data sementara mencatat 73 kejadian Karhutla dengan luas lahan terdampak mencapai 155 hektare, dan 1.957 titik api tersebar di seluruh kabupaten/kota.
“Kami memohon dukungan penuh dari pemerintah pusat dan BNPB untuk percepatan penanganan,” pinta Muhidin.
Usai apel, rombongan melanjutkan Rapat Koordinasi Pengendalian Karhutla di Ballroom Hotel Novotel Banjarbaru. Hadir dalam forum itu sejumlah pejabat tinggi, di antaranya Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Irjen Pol Riza Irawan, Deputi Penanganan Darurat BNPB Mayjen TNI Budi Irawan, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto, Kapolda Kalsel Irjen Pol Rosyanto Yudha Hermawan, Forkopimda Kalsel, para bupati/wali kota, BPBD kabupaten/kota, hingga pimpinan SKPD lingkup Pemprov Kalsel.
Hanif mengungkapkan, kunjungan ini juga untuk memastikan pelaksanaan Inpres Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla berjalan efektif. Ia menyebut Presiden Prabowo memberi perhatian serius, bahkan meminta revisi peraturan daerah yang masih membolehkan pembakaran lahan hingga dua hektare.
“UU Nomor 32 Tahun 2009 jelas melarang pembukaan lahan dengan cara membakar. Tidak ada alasan toleransi,” tegasnya.
Menghadapi puncak kemarau, pemerintah menyiapkan skema modifikasi cuaca jika diperlukan.
“Semua unsur harus siaga penuh. Kecepatan respon dan kekompakan lintas sektor menjadi kunci keberhasilan,” tutup Hanif.